البقرة (Al-Baqarah)
Surat ke-2, Ayat ke-143
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.
📚 Tafsir Al-Muyassar
Sebagaimana kami telah memberi kalian petunjuk - wahai kaum muslimin- menuju jalan yang lurus dalam agama kami, juga telah menjadikan kalian umat pilihan terbaik dan adil. supaya kalian kelak di akhirat memberikan persaksian di hadapan umat-umat lain bahwa para rasul mereka telah menyampaikan risalah Allah kepada mereka, dan begitu juga Rasulullah Shalallahu Wassalam akan menjadi saksi atas kalian di akhirat kelak bahwa dia telah menyampaikan risalah Tuhannya. Dan kami tidaklah menjadikan -wahai Rasul- kiblat Baitul Maqdis yang dahulu engkau menghadapnya, lalu kami memalingkan engkau darinya menuju Ka'bah (di Mekkah), kecuali demi menampakkan apa yang telah kami ketahui sejak permulaan (azali). Pengetahuan yang berhubungan dengan pahala dan siksaan, supaya kami bisa membedakan siapa-siapa saja yang mengikuti dan taat kepadamu serta menghadap ke arah yang sama denganmu ke arah mana pun kamu menghadap, dan siapa saja orang-orang yang lemah imannya sehingga berbalik menjadi murtad meninggalkan agama Islam gara-gara keragu-raguan dan kemunafikannya.
Sesungguhnya kejadian ini yang mengalihkan arah dari Baitul Maqdis menuju Ka'bah, betul-betul berat lagi sulit, kecuali bagi orang-orang yang Allah beri hidayah dan Allah anugerahkan iman dan taqwa kepada mereka. Dan Allah benar-benar tidak akan menyia-nyiakan keimanan kalian kepada Nya dan ittiba' kalian kepada rasul Nya, serta tidak membatalkan pahala shalat kalian yang menghadap kiblat sebelumnya. Sesungguhnya Allah ta'ala Maha Pengasih lagi Maha penyayang kepada manusia dengan rahmat yang luas di dunia dan Akhirat.
Sumber: https://tafsirweb.com/598-surat-al-baqarah-ayat-143.html
📚 Tafsir as-Sa'di
143. Allah taala berfirman, “Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (dahulu),” yaitu menghadap Baitul Maqdis pertama-tama, “melainkan agar Kami mengetahui” yakni, pengetahuan yang berkaitan dengan ganjaran maupun hukuman, karena sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui segla perkara sebelum terjadinya. Akan tetapi pengetahuan itu tidak Dia kaitkan dengan ganjaran dan tidak pula hukuman karena kesempurnaan keadilanNya dan penegakan hujjah terhadap hamba-hambaNya.
Akan tetapi apabila amal-amal meraka telah ada, itulah yang mengakibatkan ganjaran atau hukuman. Artinya, Kami mensyariatkan perpindahan kiblat itu agar Kami mengetahui dan menguji, “siapa yang mengikuti Rasul” beriman kepadanya dengan mengikutinya dalam segala kondisi, karena dia adalah seorang hamba yang diperintah dan dibimbing, dan karena kitab-kitab terdahulu telah mengabarkan bahwa sanya dia menghadap Ka’bah. Maka orang yang memandang secara adil yang hanya mencari kebenaranlah yang akan membuat iman dan ketaatannya kepada Rasul bertambah.
Adapun orang yang membelot, berpaling dari kebenaran, dan mengikuti hawa nafsunya, maka hal itu akan menambah kekufuran baginya di atas kekufurannya dan kebingungan diatas kebingungannya, dan dia mengemukakan hujjah batil yang didasari oleh syubhat yang tidak ada hakikatnya sama sekali. “Dan sungguh perpindahan kiblat itu,” yakni pengalihanmu darinya, “terasa amat berat,” maksudnya sangat sulit, “kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,” sehingga mereka mengetahui nikmat Allah atas mereka dalam hal teersebut lalu mereka bersyukur dan mengakui kebaikanNya dalam memberikan perintah untuk menghadapkan wajah ke Ka’bah, yang telah Dia muliakan atas tempat-tempat di seluruh bumi, dan menuju kepadanya (untuk haji) adalah salah satu di antara rukun-rukun Islam serta sebagai penggugur dosa dan kesalahan. Oleh kaena itulah hal tersebut terasa ringan bagi mereka, dan terasa berat bagi selain mereka. Kemudian Allah berfirman, “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu,” maksudnya tidaklah patut dan tidaklah pantas bagiNya, bahkan hal itu merupakan perkara yang tidak mungkin dilakukanNya.
Allah mengabarkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukanNya dan sangat mustahil Dia menyia-nyiakan keimanan kalian. Dalam hal ini ada sebuah kabar gembira bagi orang yang telah dikaruniakan keimanan dan keislaman oleh Allah, yaitu bahwa Allah akan menjaga keimanan mereka dan tidak menyia-nyiakan. Penjagaan Allah itu ada dua macam.
Pertama: Penjagaan dari kesia-siaan dan kehilangan, dengan pelindunganNya dari segala hal yang dapat merusak, menghapus, dan menguranginya, berupa ujian-ujian yang menggoncangkan dan hawa nafsu yang menghalangi. Kedua: Penjagaan dengan menumbuhkannya untuk mereka dan memberikan taufik terhadap mereka kepada perkara yang dapat menambah keimanan dan menguatkan keyakinan mereka, dan sebagaimana Allah memulai dengan memberikan hidayahNya untuk kalian kepada keimanan, maka begitu pula Allah akan menjaga keimanan itu bagi kalian dan akan menyempurnakan nikmatNya dengan menumbuhkannya dan memperbanyak ganjaran dan balasan, serta memeliharanya dari segala hal yang mengotorinya. Bahkan bila ujian-ujian yang dimaksudkan darinya terjadi, hal itu akan menampakkan Mukmin yang hakiki dari Mukmin yang bohongan, dan menyaring kaum Mukminin dan menampakkan kejujuran mereka, seolah-olah merupakan seikap kewaspadaan dari suatu dugaan yang muncul dari firman Allah, “Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot,” yang terkadang menjadi penyebab bagi sebagian kaum Mukminin untuk meninggalkan keimanan mereka, maka untuk mmbantah dugaan seperti itu, Allah berfirman, “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu,” dengan pertimbanganNya atas ujian-ujian itu atau yang selainnya.
Dan termasuk dalam hal itu juga adalah orang yang meninggal dari kaum Muslimin sebelum peralihan kiblat ke Ka’bah, sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan keimanan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang menunaikan perintah-perintah Allah dan menaati Rasulullah pada waktunya, dan taat kepada Allah dengan menunaikan perintahNya pada setiap waktu sesuai dengan hal tersebut. Ayat ini merupakan dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa perbuatan-perbuatan anggota tubuh termasuk ke dalam iman. Firmannya, “Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia,” maksudnya, rahmat yang sangat banyak atas mereka, karena diantara bentuk kasih sayang dan rahmatNya terhadap mereka adalah dengan menyempurnakan nikmatNya yang telah Dia anugerahkan kepada mereka dan Dia bedakan dari mereka orang yang beriman dengan lisannya saja tanpa hatinya, dan Dia menguji mereka dengan ujian yang membuat keimanan mereka bertambah dan derajat mereka meningkat, serta membimbing mereka kepada rumah yang paling mulia dan paling agung.
Sumber: https://tafsirweb.com/598-surat-al-baqarah-ayat-143.html
📚 Tafsir Al-Wajiz
143. Sebagaimana menunjukkan kalian kepada Islam dan qiblatnya Ibrahim AS, Kami jadikan kalian umat terpilih, adil dan tengah-tengah supaya kalian bisa bersaksi atas semua manusia pada hari kiamat bahwa nabi-nabi mereka telah menyampaikan risalah Allah kepada mereka. Dan Rasulullah Muhammad SAW akan menjadi saksi atas kalian bahwa beliau telah menyampaikan risalah kepada kalian.
Dan tidaklah Kami jadikan kiblat Baitul Maqdis yang kamu gunakan untuk qiblat ketika shalat itu kecuali sebagai ujian supaya Kami mengetahui dengan jelas dan untuk membuktikan mana yang mukmin, murtad, dan munafik. Dan jika perubahan kiblat itu itu sulit dan menyakitkan, maka keyakinan terhadap kiblat itu pun akan sulit kecuali orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah kepada kebenaran. Tidaklah Allah itu menghilangkan shalat kalian menghadap Baitul Maqdis, melainkan mengubah arahnya.
Sesungguhnya Allah itu Dzat yang sangat banyak ra’fahNya (yaitu kasih sangat paling dahsyat) bagi hamba-hambaNya dan Maha Penyayang kepada mereka. Ayat ini turun untuk orang yang mati, sedangkan dia sedang shalat menghadap Baitul Maqdis. Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Al-Bara’ bahwa Dia mati saat menghadap kiblat sebelum orang-orang berubah kiblatnya, sehingga kami tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
Lalu turunlah ayat {Wa maa kaanallahu liyudhi’a iimaanakum}
Sumber: https://tafsirweb.com/598-surat-al-baqarah-ayat-143.html
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)
Ayat 142-143 Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "orang-orang bodoh" di sini adalah orang-orang musyrik Arab. Hal ini diungkapkan oleh Az-Zajjaj. Dikatakan, yaitu para uskup Yahudi.
Hal ini diungkapkan oleh Mujahid. Dikatakan, yaitu rang-orang munafik. Hal ini diungkapkan oleh al-Suddi.
Ayat ini umum untuk semua kelompok ini, dan hanya Allah lebih mengetahui. Diriwayatkan dari Bara' bahwa Nabi SAW shalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan. Beliau berharap agar kiblatnya adalah kiblatnya menghadap ke Baitullah.
Beliau melakukan shalat pertama yang menghadap Baitul Maqdis adalah shalat Ashar, dan beberapa orang ikut shalat bersamanya. Kemudian, seorang lelaki yang telah shalat sebelumnya keluar dan berjalan melewati orang-orang yang sedang ruku', dan berkata, "Demi Allah, aku telah shalat bersama Nabi SAW menghadap Mekah". Orang-orang tersebut pun berbalik menghadap Baitullah dalam shalat mereka.
Adapun orang-orang yang wafat dalam keadaan menghadap kiblat sebelum kiblat Baitullah diubah itu ada beberapa orang yang meninggal sebelum perubahan tersebut dan kami tidak mengetahui berapa banyak jumlah mereka. Allah SWT berfirman tentang mereka (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia) Diriwayatkan dari Bara' juga disebutkan bahwa Nabi SAW biasa melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis, dan beliau seringkali menengadah ke langit, menantikan perintah Allah. Lalu Allah SWT menurunkan firmanNya, (Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram) (Surah Al-Baqarah: 144).
Lalu ada sekelompok orang muslim berkata, "Kami berharap kita mengetahui siapa dari kalangan kami yang meninggal sebelum kami menghadap kiblat baru, dan bagaimana shalat kami yang menghadap Baitul Maqdis?" Lalu Allah SWT menurunkan firmanNya, (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu) Lalu orang-orang yang bodoh, yaitu Ahli Kitab, berkata, (Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?) Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan beliau untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Hal ini membuat orang Yahudi senang. Lalu Rasulullah SAW kemudian mematuhi perintah ini selama kurang lebih sepuluh bulan.
Rasulullah SAW menyukai kiblat nabi Ibrahim, dan sering kali berdoa kepada Allah sambil menengadah ke langit. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat: (Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya) (Surah Al-Baqarah: 144), atau mengarah ke sana.
Lalu tindakan ini membuat orang Yahudi merasa ragu dan berkata: (Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?) Maka Allah menurunkan ayat: (Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus") Banyak hadits yang menjelaskan tentang hal ini, dan intinya adalah bahwa Rasulullah SAW diperintahkan untuk menghadap batu di Baitul Maqdis. Ketika masih di Makkah, beliau shalat di antara dua sudut Ka'bah, sehingga posisi beliau berada di antara Ka'bah, dan beliau menghadap batu di Baitul Maqdis. Namun, setelah hijrah ke Madinah, sulit untuk menghadap keduanya secara bersamaan.
Maka Allah memerintahkan beliau untuk menghadap Baitul Maqdis. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu Abbas dan mayoritas ulama. Namun, ada yang berbeda dengan pendapat itu mengenai apakah perintah ini diberikan melalui Al-Qur'an atau melalui wahyu lain.
Ada dua pandangan yang berbeda. Al-Qurtubi dalam tafsirnya meriwayatkan dari ‘Ikrimah, Abu Al-‘Aliyah, dan Hasan Al-Bashri bahwa Rasulullah SAW dengan isjtihad beliau sendiri yaitu beliau mengarahkan dirinya sendiri ke Baitul Maqdis ketika datang di Madinah, dan hal itu berlanjut sampai sekitar sepuluh bulan, dan memperbanyak berdoa dan memohon untuk menghadap Ka'bah yang merupakan kiblat nabi Ibrahim, lalu doa beliau dikabulkan, lalu beliau diperintahkan untuk menghadap ke Baitullah. Kemudian Rasulullah SAW memberitahukannya kepada orang-orang, dan shalat pertama yang beliau lakukan ketika menghadap kiblat itu adalah shalat ashar, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari riwayat Bara’.
Sedangkan yang ada pada An-Nasa’i diriwayatkan Abu Sa’id bin Mu’alla bahwa itu adalah shalat zhuhur, beliau bersabda,”Aku dan para sahabatku sahabatku adalah orang yang pertama shalat menghadap Ka’bah” Disebutkan oleh beberapa mufasir dan bahwa perubahan kiblat turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau telah melaksanakan dua rakaat shalat zhuhur, dan hal ini terjadi di Masjid Bani Salamah, maka dinamakanlah masjid tersebut: Masjid Al-Qiblatain. Laki-laki berpindah di tempat perempuan, dan perempuan berpindah di tempat laki-laki. Hal ini disebutkan oleh Syaikh Abu Umar bin Abdul Barr An-Namari.
Adapun penduduk Quba, mereka tidak mendapat kabar tersebut sampai waktu shalat subuh pada hari kedua seperti yang disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata: Ketika orang-orang yang berada di Quba sedang melaksanakan shalat Subuh, tiba-tiba datanglah seorang utusan yang mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menerima wahyu malam ini dan beliau diperintahkan untuk menghadap Ka'bah, maka menghadaplah kalian ke arah Ka'bah. Lalu mereka pun berbalik menghadap Ka'bah." Dalam peristiwa ini terdapat petunjuk bahwa nasakh itu tidak mengikat hukumnya kecuali setelah mengetahuinya, bahkan jika sudah lewat pemberitahuannya. Hal ini karena mereka tidak diperintahkan untuk mengulangi shalat ashar, maghrib, dan isya', hanya Allah yang lebih mengetahui.
Ketika peristiwa ini terjadi, orang-orang munafik, orang-orang yang ragu, dan orang-orang kafir dari kalangan Yahudi merasa bingung, serta meragukan petunjuk. Mereka berkata, (Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?) artinya mereka berkata,”Mengapa mereka itu, terkadang menghadap ke sana, dan terkadang menghadap ke sini” Lalu Allah menurunkan jawaban atas keraguan mereka dengan firmanNya: (Katakanlah: "Kepunyaan Allahlah timur dan barat) yaitu hukum, aturan dan perintah, semua itu adalah milik Allah (maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah) (Surah Al-Baqarah: 115) dan (Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah) (Surah Al-Baqarah: 177) yaitu bahwa semua itu hanya untuk melaksanakan perintah Allah.
Kemanapun kita menghadap, itulah arah kita. Maka haruslah taat dalam melaksanakan perintah perintahNya. Meskipun kita mengarahkan ke berbagai arah setiap hari, kita tetaplah hambaNya dan kita bertindak sebagai hambaNya, di mana pun kita menghadap, itulah arah kita.
Allah SWT memiliki perhatian besar terhadap hambaNya, RasulNya nabi Muhammad SAW, dan umatNya. Itu memberi bantuan yang besar ketika menunjukkan mereka untuk menghadap ke arah kiblat nabi Ibrahim. Dia menjadikan arah mereka menuju Ka'bah yang dibangun atas nama Allah SWT dan tidak ada sekutu bagiNya.
Ka'bah adalah rumah Allah yang paling mulia di bumi, yang dibangun oleh nabi Ibrahim. Oleh karena itu, Allah berfirman: (Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus) Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda (dalam konteks Ahli Kitab) Sesunguhnya mereka tidak iri terhadap kita dalam hal apa pun sebagaimana mereka iri terhadap kita pada hari Jumat yang ditunjukkan Allah kepada kita jalan, sementara mereka tersesat darinya, dan terhadap kiblat yang ditunjukkan Allah kepada kita untuk menghadapnya, serta iri terhadap perkataan kita di belakang imam: “Amin” Allah SWT berfirman, (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu) Allah berfirman,”Kami mengubah kiblat kalian ke arah kiblat nabi Ibrahim, dan Kami memilihnya untuk kalian agar kalian menjadi umat terpilih, agar kalian menjadi saksi atas umat-umat lain di hari kiamat, karena semua orang mengakui keutamaan kalian” Adapun “wasatha” di sini mengandung arti terpilih dan paling utama, sebagaimana dikatakan, “Quraisy adalah orang-orang terpilih dari bangsa Arab dalam hal keturunan” yaitu yang terbaik dari mereka.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling utama di antara kaumnya, yaitu keturunan terbaik dari mereka. Dari sini pula datang nama shalat wustha yang merupakan shalat paling utama, yaitu shalat Ashar, sebagaimana tercatat dalam hadits-hadits shahih dan yang lainnya. Ketika Allah menjadikan umat ini sebagai umat pertengahan, Dia memberikan kepada mereka hukum yang paling sempurna, jalan yang paling benar, dan metode yang paling tepat.
Sebagaimana Allah SWT berfirman, (Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia) (Surah Al-Hajj: 78) Diriwayatkan dari Abu Sa’id, dia berkata,”Rasulullah SAW bersabda”nabi Nuh akan dipanggil pada hari kiamat, dan akan dikatakan kepadanya, “Apakah kamu telah menyampaikan (risalahmu)?” dia menjawab, Iya” Kemudian kaumnya dipanggil, dan akan dikatakan kepada mereka, “Apakah telah sampai kepada kalian?” Mereka menjawab,” dan tidak ada yang memberi peringatan kepada kami dan tidak siapapun yang datang kepada kami” Maka nabi Nuh akan ditanya, “Siapakah yang akan menjadi saksi bagimu?” dia menjawab, “nabi Muhammad dan umatnya” maka hal itu merupakan makna firman Allah (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil) “Wasatha” artinya adalah keadilan Kemudian kalian akan dipanggil dan akan menjadi saksi untuk nabi Nuh bahwa dia telah menyampaikan, kemudian aku akan menjadi saksi atas kalian”, Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda,”Nabi akan datang pada hari kiamat dan bersamanya dua orang atau lebih lalu dipanggil kaumnya dan dikatakan kepada mereka,”apakah telah sampai kepada kalian hal ini?, lalu mereka berkata, “tidak” lalu dikatakan kepada nabi itu,”Apakah kamu telah menyampaikannya kepada kaummu?”, lalu dia menjawab,”Iya”.
Lalu dikatakan,”Siapakah yang akan bersaksi untukmu?”, lalu dia menjawab,”nabi Muhammad dan umatnya” lalu nabi Muhammad dan kaumnya dipanggil dan ditanya kepada mereka,”Apakah kaum ini telah menerima hal ini?”. Kemudian mereka berkata,”Apa yang menjadi dasar pengetahuan kalian”. Lalu mereka berkata,”Telah datang kepada kami nabi kami, dan memberitahu kepada kami bahwa telah menerima hal itu” Hal tersebut sesuai dengan firman Allah (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil) dia bertanya: adil (dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu).
Diriwaatkan dari Abu Sa'id al-Khudri, dari Nabi SAW, tentang firman Allah SWT, (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil) beliau bersabda, “Yaitu adil” Diriwayatkan dari Abu Al-Aswad, dia berkata: Aku pernah berkunjung ke kota Madinah saat sedang berjangkitnya penyakit. Saat aku sedang duduk dekat ['Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu] tiba-tiba ada jenazah yang lewat di hadapan mereka lalu mereka menyanjungnya dengan kebaikan. Maka 'Umar radliallahu 'anhu berkata,: "Pasti baginya".
Tak lama kemudian lewat jenazah yang lain lalu jenazah itu pun disanjung dengan kebaikan. Maka 'Umar radliallahu 'anhu berkata, lagi: "Pasti baginya". Kemudian lewat jenazah yang ketiga lalu jenazah itu disebut dengan keburukan, maka 'Umar radliallahu 'anhu pun berkata,: "Pasti baginya".
Berkata, Abu Al Aswad; maka aku bertanya: "Apa yang dimaksud pasti baginya, wahai Amirul mu'minin?". Maka dia berkata,: "Aku mengatakannya seperti yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu'alaihiwasallam: "Bilamana seorang muslim (meninggal dunia) lalu disaksikan (disanjung) oleh empat orang muslim lainnya dengan kebaikan maka pasti Allah akan memasukakannya ke dalam surga". Maka kami bertanya kepadanya: "Bagaimana kalau tiga orang muslim?".
Dia menjawab; "Juga oleh tiga orang". Kami berkata lagi: "Bagaimana kalau dua orang muslim?". Dia menjawab; "Juga oleh dua orang".
Dan kami tidak menanyakannya lagi bagaimana kalau satu orang". Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Zuhair Ats-Tsaqafi, dari ayahnya, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda ketika di An-Nabawah: Hampir saja kalian mengetahui orang-orang yang terpilih dari kalian dan orang-orang yang jahat dari kalian. Mereka bertanya, "Dengan melalui apakah, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dengan melalui pujian yang baik dan sebutan yang buruk; kalian adalah saksi-saksi Allah yang ada di bumi." Terkait firman Allah SWT, (Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah) Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami memerintahkan kepadamu, wahai Muhammad, untuk menghadap pertama ke arah Baitul Maqdis, kemudian Kami menghadapkanmu ke arah Ka'bah, untuk membedakan siapa yang mengikutimu, menaatimu, dan menghadap bersamamu dimanapn kamu menghadap dari orang yang berbalik arah, yaitu murtad dari agamanya. (Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat) artinya tindakan ini, yaitu mengubah arah dari Baitul Maqdis menuju Ka’bah, yaitu, ini merupakan perkara yang sangat berat bagi diri mereka kecuali orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dalam hati mereka dan meyakini dengan kebenaran Rasulullah SAW, dan semua yang dia bawa adalah kebenaran yang tidak keraguan lagi, dan bahwa Allah berbuat sesuatu yang Dia kehendaki dan menghukum apa yang Dia kehendaki. Maka Allah berhak membebankan kepada hamba-hambaNya dengan apa yang Dia kehendaki dan mencabut apa yang Dia kehendaki, dan bagiNya hikmah yang sempurna dan hujjah yang kuat di semua hal ini, berbeda dengan orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. Oleh sebab itu, setiap kali ada sesuatu yang terjadi, hal itu menimbulkan keraguan bagi mereka, seperti yang terjadi pada orang-orang yang beriman dengan yakin.
Sebagaimana Allah SWT berfirman,( Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira (124) Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka) [Surah At-Taubah] dan (Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan) [Surah Fushshilat: 44] serta firmanNya (Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian) [Surah Al-Isra': 82] Terkait hal ini, orang-orang yang kuat keyakinannya kepada Rasulullah SAW dan mengikuti perintahnya tanpa ragu itu adalah para pemimpin para sahabat.
Beberapa ulama’ berpendapat bahwa mereka yang pertama-tama beriman dari golongan Muhajirin dan Ansar adalah orang yang melaksanakan shalat menghadap dua kiblat. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, "Saat orang-orang sedang melaksanakan shalat subuh di Masjid Quba, tiba-tiba seseorang datang dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat Al-Qur'an kepada Nabi SAW, dan beliau diperintahkan untuk menghadap Ka'bah. Lalu mereka pun menghadap ke Ka'bah" Hal ini menunjukkan kesempurnaan ketaatan mereka kepada Allah SWT dan RasulNya, serta ketaatan mereka kepada perintah Allah SWT, dan Allah SWT meridhai mereka semua.
Firman Allah (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu) yaitu, shalatmu menghadap Baitul Maqdis sebelum ini, dan tidak akan sia-sia pahala di sisi Allah. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Ishaq As-Sabi'I, dari Al-Bara' berkata, "Sejumlah orang yang sudah shalat menghadap Baitul Maqdis telah meninggal dunia. Lalu orang-orang berkata, “Bagaimana keadaan mereka?” Lalu Allah SWT menurunkan ayat, (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu) Hasan Al-Basri berkata tentang firman Allah (Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu) dan Allah tidak mengabaikan nabi Muhammad SAW, dan kalian bersamanya ke mana pun dia pergi. (Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia) Dalam hadits shahih: Rasulullah SAW melihat seorang wanita dari tawanan perang yang terpisah dengan anaknya.
Setiap kali dia menemukan seorang anak yang dia cintai dari tawanan perang, dia mengambilnya dan memeluknya sambil berjalan mengelilingi tempat mencari anaknya. Ketika dia menemukan anaknya, dia memeluknya erat. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Apakah kalian mengira wanita ini akan membuang anaknya ke dalam api neraka sedangkan dia mampu untuk tidak membuangnya?" Mereka menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Demi Allah, Allah lebih lembut terhadap hamba-hambaNya daripada wanita ini terhadap anaknya"
Sumber: https://tafsirweb.com/598-surat-al-baqarah-ayat-143.html
Informasi Tambahan
Juz
2
Halaman
22
Ruku
18