Kembali ke Surat Al-Baqarah

البقرة (Al-Baqarah)

Surat ke-2, Ayat ke-196

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya.

📚 Tafsir Al-Muyassar

Dan laksanakanlah ibadah haji dan umrah dengan sempurna, murni karena mengharap wajah Allah. Apabila ada sesuatu penghambat yang menghalangi kalian untuk menyempurnakannya, setelah masuk keadaan ihram dengan keduanya, seperti adanya musuh dan menjadi sakit, maka kewajiban kalian adalah menyembelih sembelihan yang mudah kalian dapatkan seperti unta, sapi, atau kambing, guna mendekatkan diri kepada Allah. Supaya kalian dapat keluar dari kondisi ihram kalian dengan menggunduli rambut kepala atau memendekannya saja.

Dan janganlah kalian menggunduli rambut kepala kalian ketika kalian mengalami hambatan ( untuk meneruskan manasik nya ) hingga orang-orang yang mengalami hambatan itu menyembelih hewan hadyu nya di tempat dia terhalang halangi oleh faktor itu. Kemudian dian menjadi dalam keadaan halal kembali dari ihromnya, sebagaimana nabi menyembelih unta nya di hudaybiyah, dengan menggundul rambut kepalanya. sedang orang yang tidak mengalami hambatan di jalan, dia tidak menyembelih hewan hadyunya, kecuali di wilayah tanah haram( kota suci) yang menjadi tempat halalnya pada hari raya, tanggal 10 dan hari-hari tasyrik setelahnya. Maka barangsiapa dari kalian mengalami sakit atau pada dirinya terdapat gangguan pada kepalanya yang membuatnya perlu menggunduli kepalanya, sedang dia dalam keadaan ihram, maka Ia boleh menggundulnya, dan wajib bayar fidyah, dengan cara berpuasa 3 hari, atau bersedekah kepada 6 orang miskin, untuk masing-masing orang miskin setengah sha dari makanan, atau menyembelih satu kambing untuk dibagikan kepada kaum fakir miskin di tanah haram.

Dan apabila kalian berada dalam kondisi sehat wal afiat dan aman tentram, maka barangsiapa hendak mengerjakan nusuk tamattu dengan umroh dahulu sebelum ibadah haji ( pada bulan-bulan haji ) , yaitu dengan diperbolehkannya perkara-perkara yang terlarang bagi dirinya karena memasuki kondisi ihrom pasca umrohnya selesai, maka menjadi kewajibannya untuk menyembelih hewan hadyu. barang siapa tidak mendapatkan hewan hadyu yang disembelihnya, maka dia wajib berpuasa 3 hari di bulan bulan haji dan 7 hari ketika kalian selesai dari sebuah manasik haji dan kalian telah kembali kepada keluarga kalian. Itu adalah 10 hari yang sempurna yang harus dilalui dengan berpuasa. ewan hadyu dan yang menjadi konsekuensi dari tidak didapatkannya hewan hadyu berupa puasa adalah berlaku bagi orang-orang yang keluarganya tidak termasuk penduduk yang tinggal di daerah Masjidil Haram, dan takutlah kepada Allah perhatikanlah selalu menjaga pelaksanaan perintah perintah Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah itu Maha pedih siksaan Nya bagi orang yang melanggar perintah Nya dan melakukan perkara yang dilarang Nya.

Sumber: https://tafsirweb.com/717-surat-al-baqarah-ayat-196.html

📚 Tafsir as-Sa'di

196. Firman Allah, “dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah” dapat menjadi dalil atas beberapa perkara: Pertama: wajibnya haji dan umroh, Kedua: kewajiban menyempurnakan keduanya dengan menunaikan rukun dan kewajiban keduanya yang telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, dan sabda beliau, “Ambillah tata cara manasik haji kalian dariku.” Ketiga: ini adalah dalil bagi orang yang berpendapat bahwa umrah itu adalah wajib hukumnya. Keempat: bahwasanya haji dan umroh itu wajib disempurnakan ketika seseorang memulai keduanya walaupun hanya Sunnah.

Kelima: perintah untuk mengukuhkan dan membaguskan keduanya, dan hal ini hanyalah tambahan semata atas perkara yang wajib dilakukan pada keduanya. Keenam: merupakan perintah untuk mengikhlaskan keduanya hanya “kepada Allah”. Ketujuh: bahwasanya orang yang telah berihram untuk melakukan keduanya, ia tidak boleh keluar dari keduanya dengan melakukan hal lain hingga ia menyempurnakan keduanya terlebih dahulu, kecuali apa yang telah dikecualikan oleh Allah yaitu terhalang, oleh karena itu Allah berfirman, “Jika kamu terkepung,” maksudnya, kalian dihalangi untuk sampai kepada Baitullah untuk menyempurnakan keduanya oleh penyakit atau tersesat atau musuh dan yang semacamnya dari hal-hal yang dapat menghalanginya. “maka sembelihlah kurban yang mudah didapat,” Maksudnya, sembelihlah apa yang mudah kalian dapat dari kurban, yaitu 7 orang dengan 1 ekor unta atau 1 ekor sapi atau kambing yang disembelih oleh orang yang terhalang tersebut, lalu ia bercukur kemudian bertahallul dari ihramnya karena adanya penghalang tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat beliau ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka pada tahun hudaibiyah.

Apabila ia tidak mendapatkan hewan kurban, maka ia harus berpuasa sebagai gantinya 10 hari lamanya sebagaimana yang dilakukan oleh yang mengambil Haji tamattu, kemudian ia bertahallul. Kemudian Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan nya.” Ini adalah di antara perkara yang dilarang dalam berihram, yaitu menghilangkan rambut dengan mencukur maupun lainnya, karena maknanya adalah salah satu dari kepala atau dari badan, karena maksud dari hal itu adalah terjadinya kekusutan dan larangan dari bersenang-senang dengan menghilangkannya, padahal ia ada pada bagian lain dari rambut.

Kebanyakan para ulama mengkiaskan tindakan menghilangkan rambut ini dengan memotong kuku dengan kesamaan adanya urusan bersenang-senang. Larangan dari hal tersebut akan terus berlanjut hingga hewan kurbannya sampai ke tempat penyembelihannya yaitu pada hari penyembelihan, dan yang paling utama adalah bercukur setelah penyembelihan, sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ayat ini dapat menjadi dalil bahwa seseorang yang melakukan haji tamattu apabila menggiring hewan kurban, ia tidak bertahallul dari umrahnya sebelum hari penyembelihan.

Maka apabila ia telah tawaf dan sai untuk umroh, maka ia berihram dengan Haji, dan ia tidak dikatakan bertahallul dengan disebabkan menggiring hewan kurban. Allah melarang hal tersebut hanyalah untuk menunjukkan kehinaan dan ketundukan kepada Allah, pasrah terhadapNya dan tawadhu, yang merupakan inti dari kemaslahatan seorang hamba, dan sama sekali tidak ada kemadharatan baginya dalam hal itu, lalu apabila terjadi bahaya dengan adanya gangguan seperti sakit yang dapat dihilangkan dengan mencukur rambut kepalanya, atau ada luka, atau kutu dan semacamnya, maka dalam hal itu boleh baginya mencukur rambut, akan tetapi ia wajib membayar Fidyah dengan berpuasa 3 hari atau memberi makan 6 pakir miskin, atau menyembelih binatang yang sepadan dengan binatang kurban. Maka dalam hal itu ia bebas memilih, namun berkurban adalah lebih utama, lalu bersedekah, kemudian puasa, karena melakukan yang seperti in.

Dan segala sesuatu yang semakna dengan hal tersebut seperti memotong kuku atau menutupi kepala atau memakai pakaian berjahit atau memakai parfum, maka semua itu boleh dilakukan ketika terjadi kondisi darurat, namun orang bersangkutan hal itu harus membayar fidyah sebagaimana yang telah disebutkan, karena maksud dari semua itu adalah menghilangkan segala hal yang ditujukan untuk bersenang-senang. Kemudian Allah berfirman, “apabila kamu telah (merasa) aman,” maksudnya, kalian mampu sampai ke Baitullah tanpa ada hambatan dari musuh atau semacamnya, “maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji)” dengan menyambungkan umrah kepada Haji, dan ia menikmati tamattu nya setelah selesai dari umrohnya. “maka wajiblah ia menyembelih kurban yang mudah didapat.” Maksudnya, wajib atasnya apa yang mudah dari hewan kurban, dengan sesuatu yang mampu memenuhi kewajiban dengan hewan kurban itu.

Ini adalah dam nusuk (denda) sebagai ganjaran imbalan memperoleh dua nusuk dalam satu perjalanan, dan adanya kenikmatan dari Allah atasnya di mana ia mampu mendapatkan manfaat dengan istirahat setelah selesai dari umrah sebelum memulai haji, dan begitu juga Haji qiran (wajib menyembelih kurban), karena memperoleh dua nusuk. Pemahaman ayat ini menunjukkan bahwa orang yang hajinya ifrad tidak wajib menyembelih qurban. Dan ayat ini juga menunjukkan bolehnya bahkan keutamaan tamattu (bersenang-senang) dan bolehnya melakukan hal itu pada bulan-bulan Haji. “Tetapi jika dia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu),” maksudnya, hewan kurban atau harganya, “maka wajib berpuasa 3 hari dalam masa Haji,” awal masa bolehnya adalah saat berihram untuk umrah, dan akhirnya adalah 3 hari setelah hari penyembelihan, yaitu hari hari melempar jumroh dan bermalam di mina.

Akan tetapi yang paling utama adalah ia berpuasa pada hari ketujuh, kedelapan, dan kesembilan, “dan 7 hari lagi apabila kamu telah pulang kembali,” maksudnya, kalian telah selesai dari amalan-amalan Haji, boleh menjalankan di Mekah, di jalan, atau setelah sampai di keluarganya kembali. Hal yang disebutkan dari wajibnya berkurban atas orang yang berhaji tamattu, “bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah),” dimana jarak dari nya sejauh jarak bolehnya salat qashar atau lebih jauh darinya menurut kebiasaan yang berlaku. Orang yang seperti inilah yang wajib berkurban karena memperoleh dua nusuk dalam satu perjalanan, adapun bagi orang yang memiliki keluarga di area Masjidil Haram, maka mereka tidak diwajibkan berkurban karena tidak adanya perkara yang mengharuskan hal tersebut. “Dan bertakwalah kepada Allah,” dalam segala urusan kalian dengan menunaikan segala perintah perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, dan termasuk diantaranya adalah pelaksanaan perintah-perintah dalam urusan Haji dan menjauhi larangan-larangan Haji yaitu yang disebutkan dalam ayat ini. “Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-nya,” yakni bagi orang yang bermaksiat kepadaNya, dan inilah yang mengharuskan ketakwaan, karena barangsiapa yang takut akan siksaan Allah, pastilah ia akan menghindari hal-hal yang mendatangkan siksaan tersebut, sebagaimana orang yang mengharapkan pahala dari Allah, pastilah ia akan mengamalkan perkara yang menyampaikannya kepada pahala tersebut.

Adapun orang yang tidak takut akan siksaan dan tidak mengharapkan pahala, pastilah ia akan menceburkan diri dalam hal-hal yang diharamkan, dan berani meninggalkan yang wajib.

Sumber: https://tafsirweb.com/717-surat-al-baqarah-ayat-196.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

196. Tunaikanlah haji dan umrah, dan sempurnakanlah rukun-rukunnya. Jika kalian tidak bisa memasuki Mekah karena sakit, ada musuh atau hal lainnya, maka berkurbanlah dengan yang mudah, berupa hadyun untuk ihram, yaitu kurban yang bisa membimbing menuju Baitul haram berupa unta, sapi, dan kambing yang sebaiknya disembelih di Mekah untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dan janganlah kalian cukur rambut kalian untuk bertahalul sampai hadyun tersebut disembelih di tempat yang disyariatkan, supaya hadyun itu sampai di tempat pengorbanannya dengan niat untuk ihram. Barangsiapa sakit atau ada gangguan di kepalanya yang membuatnya bercukur, maka dia harus membayar fidyah, dia diberi pilihan untuk memberi makan 6 orang miskin, menyumbang domba betina, atau puasa selama 6 hari. Dan jika kalian sudah tidak mengalami kekhawatiran atau sudah sembuh.

Maka wajib bagi orang yang mendahulukan umrah (yaitu bahwa dia tidak bisa berumrah di bulan haji, lalu berihlal di Mekah karena tidak diperbolehkan untuk berhaji) dan menunggu dari miqat haji karena baru saja tidak bisa berhaji itu hadyun yang disembelih sebagai suatu kewajiban karena mengurangi kesempurnaan haji dan mengambil manfaat dari sesuatu yang diperbolehkan pada keadaan di luar ihram. Dan barangsiapa keberatan untuk menyembelih hadyun karena tidak memiliki apapun dan tidak mampu untuk membelinya (tidak punya harta atau hewan) maka dia harus berpuasa selama 3 hari sebelum wukuf di Arafah pada bulan haji sebagai permulaan ihram sampai waktunya berkurban, dan berpuasa selama 7 hari ketika kembali ke negaranya, sehingga jumlahnya menjadi 10 hari. Ketentuan itu berupa pemberian hadyun atau puasa bagi orang yang melakukan haji tamattu’ itu diperuntukkan untuk orang selain penduduk tanah haram yang tinggal di Mekah, karena jaraknya jauh.

Dan ketahuilah bahwa Allah menghukum setiap orang yang tidak mau menghormatiNya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hatim bahwa ayat ini turun untuk orang yang merusak ibadah umrahnya dengan memakai parfum dan pakaian. Lalu nabi berkata kepadanya: “ Lepaskanlah pakaianmu, lalu mandi dan bersihkan hidungmu semampumu.

Apa yang mampu kamu kerjakan dalam ibadah hajimu, maka tunaikanlah juga untuk umrahmu

Sumber: https://tafsirweb.com/717-surat-al-baqarah-ayat-196.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Ketika Allah SWT menyebutkan hukum-hukum puasa dan mengaitkannya dengan jihad, Dia menjelaskan hukum tatacara ibadah haji dan umrah, dengan memeerintahkan untuk menyempurnakan haji dan umrah. Konteks yang jelas yaitu Dia memerintahkan untuk menyempurnakan keduanya, setelah memberi penjelasan tentang hukum-hukmnya. Oleh karena itu, Allah berfirman setelahnya: (Jika kamu terkepung) yaitu, jika kalian terhalang untuk mencapai Ka'bah dan dicegah untuk menyempurnakannya.

Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa syariat tentang haji dan umrah itu wajib, baik dikatakan kalau umrah itu wajib atau dianjurkan. Sebagaimana tentang hal itu ada dua pendapat dari para ulama, dan kami telah menyebutkan dalil-dalil tentang dua pendapat itu dalam kitab kami “Al-Ahkam” dengan jelas. Segala puji bagi Allah.

Diriwayatkan dari Ali, dia berkata mengenai ayat ini: (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah) dia berkata: “kamu dilarang untuk memasuki rumah rumah keluargamu”. Demikian juga diungkapkan oleh Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, dan Thawus. Makhul mengatakan, “menyempurnakan keduanya adalah memulai melaksakan keduanya dari miqat.

Hasyim meriwayatkan dari Ibnu Aun,”Aku mendengar Qasim bin Muhammad, dia berkata: “Sesungguhnya umrah pada bulan-bulan haji itu tidak sempurna.” Ditanyakan kepadanya,”Apakah umrah itu pada bulan Muharram?” Dia menjawab, “Mereka menganggapnya sempurna.” Demikian itu juga diriwayatkan dari Qatadah bin Di'amah. Pendapat ini memiliki pandangan lain, karena telah disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan umrah sebanyak empat kali, dan semuanya pada bulan Dzulqa'dah: Umrah pada saat perjanjian Hudaibiyah di bulan Dzulqa’dah pada tahun ke-6; Umrah Al-Qadha’ di bulan Dzulqa’dah pada tahun ke-7; Umrah Ji’ranah di bulan Dzulqa’dah pada tahun ke-8 dan Umrah yang dilakukan bersamaan dengan haji di bulan Dzulqa’dah pada tahun ke-10, beliau berihram untuk melakukan keduanya secara bersamaan, dan beliau tidak hanya melakukan umrah saja selain peristiwa itu, setelah hijrahnya. Namun beliau berkata kepada seorang wanita “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku”.

Namun demikian, ini terjadi karena dia telah memutuskan untuk melakukan haji bersama Rasulullah SAW, tetapi terhalang melakukan itu karena terjadi sesuatu. Sebagaimana yang diuraikan dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari. Sa'id bin Jubair juga menyatakan bahwa itu adalah keutamaannya, dan hanya Allah yang lebih mengetahui.

As-Suddi berkata tentang firmanNya: (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah) yaitu tunaikanlah haji dan umrah. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firmanNya: (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah) dia berkata: “Siapa saja yang berihram untuk haji atau umrah, maka tidak boleh baginya untuk bertahalul hingga keduanya diselesaikan sepenuhnya pada raya Idul Adha, setelah dia melempar jumrah Aqabah, mengunjungi Ka’bah, dan melakukan Sa’i di Shafa dan Marwah, lalu dia bertahalul. Qatadah meriwayatkan dari Zurarah, dari Ibn Abbas, dia berkata: “Haji adalah Arafah, dan umrah adalah thawaf." Demikian pula Al-A'masy meriwayatkan dari Ibrahim, dari ‘Alqamah mengenai firmanNya: (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah). dia berkata: Ini adalah bacaan Abdullah, (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah menuju Baitullah) dan umrah itu tidak melewati hal lain dari Baitullah.

Ibrahim berkata,”saya menyebutkan hal itu kepada Sa'id bin Jubair, lalu dia berkata: Demikian juga dikatakan oleh Ibnu Abbas. Sufyan meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari ‘Alqamah membaca: (Dan tunaikanlah ibadah haji dan 'umrah) sampai ke Baitullah. Demikian juga Ats-Tsawri meriwayatkan dari Manshur, dari Ibrahim, dia membaca: (Dan tunaikanlah ibadah haji dan 'umrah sampai ke Baitullah).

As-Sha'bi membaca: (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah) dengan mengangkat umrah, dan dia berkata: Ini bukanlah sesuatu yang wajib. Diriwayatkan darinya pendapat yang berbeda. Disebutkan dalam banyak hadits dari banyak jalur, dari Anas dan sekelompok sahabat bahwa Rasulullah SAW melakukan haji dan umrah dalam satu ihram.

Dan disebutkan tentang hal itu dalam hadits shahih bahwa beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Siapa yang membawa hewan kurban, maka hendaklah dia mulai melakukan haji dan umrah” Dan beliau juga bersabda dalam hadits shahih: “Umrah termasuk dalam haji sampai hari kiamat.” Firman Allah SWT: (Jika kamu terkepung, maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat) mereka menyebutkan bahwa ayat ini turun pada tahun keenam, yaitu saat perjanjian Hudaibiyah, ketika orang-orang musyrik menghalangi Rasulullah SAW dan menghalanginya menuju Baitullah. Allah menurunkan tentang hal tersebut di surah Al-Fath secara keseluruhan, dan memberikan keringanan kepada mereka untuk menyembelih hewan kurban yang berjumlah tujuh puluh unta, dan mencukur rambut kepala mereka, serta melepaskan ihram mereka. Pada saat itu, Allah memerintahkan untuk mencukur dan melepaskan ihram mereka.

Lalu mereka tidak melakukannya sembari menunggu ada ayat untuk menasakhnya. sampai salah satu dari mereka mencukur rambut kepala dan melepaskan ihramnya. lalu orang-orang pun melakukannya. Ada yang memendekkan rambut kepalanya dan ada pula yang tidak mencukurnya. Karena itu, Rasulullah SAW berdoa: “Semoga Allah merahmati mereka yang mencukur” Mereka berkata,” Wahai Rasulullah, bagaimana dengan yang memendekkan rambutnya?” Dia bersabda untuk yang ketiga kalinya: “Dan yang memendekkan rambutnya” Sungguh mereka semua telah ikut dalam mengeluarkan hewan kurban, tujuh orang untuk satu unta, dan mereka semua berjumlah seribu empat ratus orang.

Tempat mereka saat itu di Hudaibiyah berada di luar Masjidil Haram, Dikatakan bahwa tempat mereka berada di tepi Masjidil Haram. Hanya Allah yang lebih mengetahui." Disebutkan dalam shahih Bukhari Muslim dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW menemui Dhuba'ah binti Zubair bin Abdul Muthalib, lalu dia berkata: “Wahai Rasulullah, aku berniat untuk melakukan haji, tetapi aku sakit, bagaimana itu?" maka Nabi SAW bersabda: "Hajilah dan syariatkan dalam niatmu akan tahallul (berhenti) jika tak sanggup meneruskannya karena sakit." Sejumlah ulama telah berpendapat bahwa kebenaran syarat dalam haji, berdasarkan hadits ini,. Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'i mengaitkan pendapat ini berdasarkan kebenaran hadits ini.

Al-Baihaqi dan ulama’ lainnya yang hafizh berkata: “sungguh hadis ini shahih, dan segala puji bagi Allah” FirmanNya: (maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat) Imam Malik meriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata: (maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat) yaitu seekor domba. Ibnu Abbas berkata: “Binatang kurban itu delapan jenis binatang ternak, yaitu unta, sapi, kambing, dan domba." Ats-Tsauri meriwayatkan dari Habib, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas tentang firmanNya: (maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat). Dia berkata: itu Domba.

Demikian juga diungkapkan oleh ‘Atha', Mujahid, Thawus, Abu Al-'Aliyah, Muhammad bin Ali bin Al-Husain, Abdurrahman bin Al-Qasim, Asy-Sya'bi, An-Nakha'i, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahhak, Muqatil bin Hayyan, dan yang lainnya. Itu adalah madzhab empat imam. Diriwayatkan dari Aisyah dan Ibnu Umar, keduanya mengatakan bahwa mereka tidak melihat sesuatu yang diringankan berupa hewan kurban kecuali unta dan sapi.

Saya berkata, yang jelas bahwa landasan pandangan mereka adalah kisah perjanjian Hudaybiyah. Karena mereka tidak meriwayatkan bahwa melepaskan ihram tersebut dengan berkurban domba. Mereka hanya menyembelih unta dan sapi.

Dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Jabir, dia berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan kami berpartisipasi dalam berkurban dengan sapi dan unta, tujuh orang dari kami untuk seekor sapi. Abdurrazaq berkata: 'Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas tentang firmanNya: (maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat). korban yang mudah didapat maknanya yaitu bagaimanapun sesuatu yang mudah itu disebut hewan kurban. Dan hewan kurban itu adalah hewan ternak, yaitu unta, sapi, dan kambing.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Habr Al-Bahr, Turjuman Al-Quran, dan anak dari paman Rasulullah SAW.

Sungguh telah disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Aisyah, ibunya orang-orang mukmin, dia berkata: “Nabi SAW sekali berkurban domba. FirmanNya: (dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya) dihubungkan dengan firmanNya: (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah), bukan dihubungkan dengan firmanNya: (Jika kamu terkepung, maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat) Seperti yang diakui oleh Ibnu Jarir, karena Nabi SAW dan para sahabatnya pada tahun perjanjian Hudaibiyah, ketika orang-orang kafir Quraisy menghalangi mereka untuk memasuki Masjidil Haram, mereka mencukur rambut dan menyembelih hewan kurban di luar Masjidil Haram. Namun dalam keadaan aman dan saat mereka mencapai Masjidil Haram, maka tidak diperbolehkan untuk mencukur rambut (korban sampai di tempat penyembelihannya) dan menyelesaikan ibadah haji dan umrah, baik itu dilakukan secara bersamaan atau melakukannya secara ifrad atau tamattu’, seperti yang disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Hafshah, dia berkata: “Wahai Rasulullah, kenapa orang-orang bertahalul dari umrah, sementara engkau tidak bertahalul dari umrahmu?" Beliau berkata, "Sesungguhnya aku telah mengikat kepalaku dan menandai binatang kurbanku (pada lehernya), sehingga aku tidak akan bertahalul sampai aku berkurban." FirmanNya: (Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban).

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Asbahani,”Aku mendengar Abdullah bin Ma'qil berkata: “Aku duduk bersama Ka'ab bin Ajrah di masjid ini (yaitu Masjid Kufah) lalu aku bertanya padanya tentang (fidyah dari puasa). Dia berkata: “aku pernah dibawa kepada Rasulullah SAW sementara wajahku banyak dipenuhi kutu, maka Beliau berkata: "Mengapa aku melihat kamu dalam keadaan sakit sedemikian parah yang belum pernah aku lihat sebelumnya? dan mengapa aku melihat kamu dalam keadaan kepayahan sedemikian memuncak yang belum pernah aku lihat sebelumnya? apakah kamu memiliki kambing?". Aku jawab: "Benar".

Maka Beliau berkata: "Laksanakanlah puasa tiga hari atau berilah makan enam orang miskin yang untuk setiap satu orang miskin sebanyak setengah sha’ makanan, dan cukurlah rambutmu.” Maka turunlah firman ini khusus untukku, dan berlaku umum untuk kalian. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firmanNya: (maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban), dia berkata,” Kata “Aw” menunjukkan maka mana saja yang kamu ambil itu kebebasan bagimu Ibnu Abu Hatim berkata: “Telah diriwayatkan hal serupa dari Mujahid, ‘Ikrimah, ‘Atha', Thawus, Al-Hasan, Humaid Al-A'raj, Ibrahim, An-Nakha'i, Adh-Dhahhak, dan lain-lain" Saya berkata: “Madzhab keempat imam dan mayoritas ulama yaitu bahwa dalam situasi ini seseorang diberi pilihan, jika dia mau, maka dia berpuasa atau memberi sedekah, yaitu tiga sha’, bagi setiap orang miskin setengah sha’ dan itu adalah sesuatu yang ditentukan, dan jika mau, maka menyembelih satu ekor domba dan memberikan dagingnya kepada orang-orang fakir. Mana saja dari semua itu merupakan kebebasan darimu.

Ketika lafazh Al-Quran menjelaskan tentang keringanan ini datang dengan mudah dan memberi kemudahan (maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban) Ketika Nabi SAW memerintahkan Ka'ab bin Ajrah untuk melakukan hal tersebut, beliau memandunya kepada dengan sesuatu yang lebih baik dan memberi sesuatu yang lebih baik.

Beliau bersabda: “Aku datang kepada Nabi sambil ada kutu yang tersebar di wajahku.” Nabi bersabda: “berkurbanlah dengan domba atau memberi makanan kepada enam orang miskin, atau berpuasa tiga hari.” masing-masing perbuatan itu baik sesuai kedudukannya. Segala puji bagi Allah Firman Allah SWT (Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat) Yakni, jika kalian telah mampu untuk menjalankan ibadah haji, maka bagi siapa di antara kalian ada yang melakukan haji tamattu’, dimana dia berihram untuk keduanya atau berihram pertama untuk umrah dan ketika sudah selesai dia berihram untuk haji, dan ini adalah haji tamattu’ yang khusus, dan itu dapat diketahui melalui pendapat para ahli fiqih. Adapun tamattu’ yang umum itu terdapat dua pendapat yang berbeda, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih.

Ada yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melakukan haji tamaattu’, dan ada yang mengatakan bahwa beliau melakukan haji qiran. Namun, tidak ada perbedaan bahwa beliau menyembelih hewan kurban. Allah SWT berfirman: (maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat) Yakni, hendaklah dia menyembelih hewan kurban sesuai dengan kemampuannya, dan yang paling sedikit adalah seekor domba. dia juga boleh menyembelih sapi, karena Rasulullah SAW juga menyembelih sapi untuk istri-istrinya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW menyembelih sapi untuk istrinya, sedangkan mereka melakukan haji tamattu’. Ini diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Mardawaih. Dalam hal ini terdapat dalil atas haji tamattu’, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Imran bin Hushain, dia berkata bahwa Telah diturunkan ayat tentang tamattu’ dalam Kitab Allah, dan kami melakukannya bersama Rasulullah SAW. kemudian tidak ada ayat dalam Al-Qur'an yang mengharamkan atau melarangnya, hingga beliau wafat.

Ada seseorang yang mengungkapkan pendapat sesuai yang dia kehendaki. Bukhari mengatakan: “Dikatakan bahwa orang ini adalah Umar, dan pendapat yang disampaikan oleh Bukhari ini bahwa Umar melarang orang-orang untuk melakukan tamattu, dan mengatakan: “Jika kita berpegang pada kitab Allah, maka Allah memerintahkan untuk melakukan haji secara sempurna, yaitu dengan firmanNya: (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah) Namun dalam permasalahan yang sama, Umar tidak melarang tamattu’ karena itu diharamkan, tetapi dia melarang tamattu’ agar banyak orang ingin yang mendatangi Ka'bah baik dalam rangka melaksanakan haji dan haji tamattu’, sebagaimana yang diakui oleh Umar sendiri. Firman Allah: (Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.

Itulah sepuluh (hari) yang sempurna) Allah SWT berfirman: Siapa saja yang tidak menemukan hewan korban, maka hendaklah dia berpuasa selama tiga hari saat berada dalam masa haji, yaitu dalam masa ibadah haji. Para ulama berpendapat, yang lebih utama yaitu berpuasa pada hari-hari ini sebelum hari Arafah, dalam sepuluh hari. Ini dikatakan oleh ‘Atha’ mengatakan atau dari saat berihram, sesuai yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan lainnya, sesuai dengan firman Allah: (dalam masa haji) Di antara mereka ada yang memperbolehkan puasa tiga hari dari awal bulan Syawal, sebagaimana yang dikatakan oleh Thawus, Mujahid, dan lainnya.

As-Sya'bi memperbolehkan berpuasa pada hari Arafah dan dua hari sebelumnya. Demikian juga yang dikatakan oleh Mujahid, Sa'id bin Jubair, As-Suddi, ‘Atha', Thawus, Al-Hakam, Al-Hasan, Hammad, Ibrahim, Abu Ja'far Al-Baqir, Ar-Rabi' bin Anas, dan Muqatil bin Hayyan. Terkait firmanNya: (dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali) itu terdapat dua pendapat: Pertama: Ketika kalian kembali ke tempat awal perjalanan kalian.

Oleh karena itu, Mujahid mengatakan: Ini adalah keringanan, jika seseorang menginginkannya, dia bisa berpuasa di jalan. Demikian juga dikatakan oleh ‘Atha' bin Abi Rabah. Pendapat kedua: Ketika kalian kembali ke tempat tinggal kalian.

Diriwayatkan dari Salim, saya mendengar Ibnu Umar berkata bahwa ayat (Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali) maknanya adalah: Ketika kembali kepada keluarganya. Demikian juga diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, Abu Al-'Aliyah, Mujahid, ‘Atha', 'Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, dan Ar-Rabi' bin Anas. Abu Ja'far bin Jarir meriwayatkan hal tersebut dalam ijma’ ulama’.

Ibnu Umar berkata: “Rasulullah SAW tamattu’ pada Haji Wada', yaitu dengan melakukan umrah terlebih dahulu lalu melakukan haji, lalu melakukan kurban. Beliau membawa hewan kurban dari Dhulhulaifah. Rasulullah SAW pertama-tama melakukan 'umrah, lalu haji.

Lalu orang-orang melakukan tamattu’ bersama Nabi SAW dengan melakukan 'umrah terlebih dahulu dan kemudian melakukan haji. Sebagian orang di antara mereka ada yang membawa hewan kurban, dan ada yang tidak berkurban. Setelah Rasulullah SAW tiba di Makkah, beliau bersabda kepada masyarakat: “Siapa saja di antara kalian yang telah berkurban, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu yang diharamkan darinya sehingga dia menyelesaikan hajinya.

Dan siapa saja di antara kalian yang tidak melakukan kurban, maka hendaklah dia berkeliling di sekitar Ka'bah, berlari-lari antara Shafa dan Marwah, serta mencukur rambut kepala, kemudian dia boleh melaksanakanhaji. Jika seseorang tidak menemukan hewan kurban, maka hendaklah dia berpuasa selama tiga hari dalam masa haji, dan tujuh hari ketika kembali kepada keluarganya.” Lalu, disebutkan keseluruhan hadits tersebut. Firman Allah: (Itulah sepuluh (hari) yang sempurna) Dikatakan: ini adalah penegasan, sebagaimana bangsa Arab mengatakan: “Aku melihat dengan mataku sendiri, mendengar dengan telingaku sendiri, menulis dengan tanganku sendiri.

Allah SWT berfirman: (Dan tiadalah burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya) [Surah Al-An'am: 38], (dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu) [Surah Al-Ankabut: 48], dan (Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam [Surah Al-A'raf: 142] Dikatakan: bahwa maknanya “Sempurnanya suatu perkara adalah dengan menyempurnakan dan melengkapinya, Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.

Dikatakan: makna “kamilah” yaitu yang diluar dari hewan kurban. Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri tentang firmanNya: (Itulah sepuluh (hari) yang sempurna) dia berkata: termasuk juga hewan kurban. Terkait firman Allah: (Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram) Ibnu Jarir berkata, “Para mufasir berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud dengan firmanNya: (bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram) Setelah mereka sepakat bahwa yang dimaksud adalah penduduk di sekitar Masjidil Haram, dimana mereka tidak melaksanakan tamattu’.

Sebagian dari mereka ada yang berpendapat: yang dimaksud adalah khusus untuk penduduk di sekitar Masjidil Haram saja, bukan untuk yang lainnya. Diriwayatkan dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, dia berkata: “Tamattu’ itu untuk orang lain, bukan untuk penduduk Makkah, orang yang tidak memeiliki keluarga di sekitar Masjidil Haram. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah: (Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram) Dan telah sampai kepadaku pendapat yang serupa dengan pendapat Thawus dari Ibnu Abbas.

Ulama’ lainnya berkata: “Mereka adalah penduduk Masjidil Haram dan siapa saja yang berada antaranya dan di antara miqat-miqat. Diriwayatkan dari Mak'hul tentang firmanNya: (Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram) Dia berkata: Siapa saja yang berada di luar miqat. Ibnu Juraij meriwayatkan dari ‘Atha tentang firmanNya: (Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram) Dia berkata: 'Arafah, Lembah Uranah, Ar-Raji’, dan Dhajnan Abdurrazaq berkata: “Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar: “Aku mendengar Az-Zuhri berkata: “Siapa saja yang keluarganya berada di suatu tempat pada hari tertentu atau sejenisnya, maka dia boleh melakukan tamattu’.

Dalam suatu riwayat darinya yaitu selama hari dan dua hari. Dalam hal itu Ibnu Jarir memilih pendapat Imam Asy-Syafi'i bahwa yang dimaksud adalah penduduk Masjidil Haram, atau orang yang berada pada jarak darinya di mana shalat tidak bisa diqashar, karena orang yang berada dalam kondisi tersebut dianggap hadir bukan dalam perjalanan, dan hanya Allah yang lebih mengetahui. Firman Allah SWT: (Dan bertakwalah kepada Allah). yaitu dalam hal yang diperintahkan kepada kalian dan hal yang dilarang kepada kalian. (dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya). yaitu bagi siapa saja yang melanggar perintahNya dan melakukan hal-hal yang dilarang olehNya

Sumber: https://tafsirweb.com/717-surat-al-baqarah-ayat-196.html

Informasi Tambahan

Juz

2

Halaman

30

Ruku

25

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved