Kembali ke Surat Al-Baqarah

البقرة (Al-Baqarah)

Surat ke-2, Ayat ke-198

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ

Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.

📚 Tafsir Al-Muyassar

Tidak ada dosa atas diri kalian untuk mencari rezeki dari Tuhan kalian dengan mengambil keuntungan dari perniagaan pada hari-hari haji. apabila kalian telah bertolak setelah terbenamnya matahari meninggalkan Arafah, yaitu tempat yang menjadi tempat Wukuf bagi jemaah haji pada tanggal sembilan Dzulhijjah, maka ingatlah Allah dengan Bertasbih, talbiah, dan berdoa di sisi masy'aril haram (di Muzdalifah). dan sebutlah Allah dengan cara benar yang dituntunkan Allah bagi kalian kepadanya. dan sesungguhnya dia dahulu sebelum berada di dalam kesesatan, sehingga tidak mengenal kebenaran

Sumber: https://tafsirweb.com/721-surat-al-baqarah-ayat-198.html

📚 Tafsir as-Sa'di

198. Ketika Allah memerintahkan untuk bertaqwa, Allah mengabarkan bahwasanya mencari karunia Allah dengan mencari penghidupan pada saat musim haji dan selainnya tidaklah berdosa apabila tidak mengganggu hal yang wajib atasnya, bila maksud kedatangannya adalah berhaji, dan pencahariannya itu adalah halal yang disandarkan kepada karunia Allah, tidak bersandar kepada keahlian seseorang dan melakukan sebab-sebab namun merupakan dzat yang membuat sebab-sebab tersebut, karena yang seperti ini adalah inti dari dosa itu sendiri. Dan dalam FirmanNya, “Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di masy’aril haram “, terkandung dalil yang menunjukkan kepada beberapa hal; Pertama: wukuf di Arafah, hal ini adalah sesuatu yang telah diketahui dan merupakan rukun dari rukun-rukun Haji, maka bertolak dari Arafah tidaklah dilakukan kecuali setelah wukuf di sana.

Kedua: perintah untuk berdzikir kepada Allah di masy’aril haram yaitu Muzdalifah, hal ini pun telah diketahui, yang dilakukan pada malam hari penyembelihan seraya bermalam disana, dan setelah salat subuh wukuf di Muzdalifah seraya berdoa hingga pagi sangat terang, termasuk dalam berdzikir kepada Allah adalah menunaikan kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah padanya. Ketiga: bahwasanya wukuf di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di Arafah sebagaimana yang ditunjukkan oleh huruf fa dan pengurutan. Keempat dan kelima: bahwasanya Arafah dan Muzdalifah adalah tempat syiar-syiar haji yang memang dimaksudkan untuk dikerjakan dan ditampakkan.

Keenam: bahwasanya Muzdalifah itu termasuk daerah haram sebagaimana Ia dibatasi dengan kata Harom. Ketujuh: bahwasanya Arafah termasuk daerah hal sebagaimana yang terpahami dari pembatasan yang ada pada kata Muzdalifah. “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkanNya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” Maksudnya, berdzikirlah kalian kepada Allah sebagaimana Dia telah karuniakan kepada kalian hidayahNya setelah kesesatan, sebagaimana juga Dia telah mengajarkan kepada kalian apa-apa yang tidak kalian ketahui sebelumnya. Hal ini adalah sebesar-besarnya kenikmatan yang harus disyukuri dan dibalas dengan bersyukur kepada Allah yang telah memberikannya dengan hati maupun lisan.

Sumber: https://tafsirweb.com/721-surat-al-baqarah-ayat-198.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

198. Tiada dosa bagi kalian ketika berniaga dan mencari rejeki ketika berhaji, maka ketika kalian bertolak dri Arafah menuju Muzdalifah setelah melakukan wukuf, berdzikir dan berdoalah kepada Allah serta shalatlah di Masy’arilharam di Muzdalifah, yaitu bukit Quzah yang digunakan sebagai tempat berhentinya seorang imam di Muzdalifah. Berdzikirlah kpadaNya dengan mengucap talbiyah, tahlil, doa, tahmid dan puji-pujian lain.

Sesungguhnya sebelum adanya petunjuk ini, kalian termasuk orang-orang yang tidak tahu apapun dan jauh dari kebenaran tentang akidah dan ibadah.Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata: “Sesungguhnya Ukaz, Majinnah, dan Dzul majas adalah pasar-pasar di jaman Jahiliyyah, lalu orang-orang melakukan perdagangan di beberapa musim dan menanyakan hal itu kepada rasulullah SAW. Lalu turunlah ayat ini”

Sumber: https://tafsirweb.com/721-surat-al-baqarah-ayat-198.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas. dia berkata: Pada zaman jahiliyah, terdapat pasar bernama 'Ukaz, Majinnah, dan Dzul majaz. Mereka menghindari berdagang pada musim-musim haji. Lalu turunlah ayat: (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu) yaitu pada musim-musim haji.

Demikianlah ditafsirkan oleh Mujahid, Sa'id bin Jubair, 'Ikrimah, Manshur bin Al-Mu'tamir, Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, Ar-Rabi' bin Anas, dan yang lainnya. Diriwayatkan dari Abu Umaimah, dia berkata: “Aku mendengar Ibnu Umar ditanya tentang seseorang yang melakukan haji sambil berdagang. Lalu Ibnu Umar membaca ayat: (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu) ini adalah riwayat yang mauquf.

Dan ini pendapat yang kuat dan baik Telah diriwayatkan pendapat yang marfu’, Imam Ahmad berkata,”telah mengabarkan kepada kami Asbath, telah mengabarkan kepada kami Al-Hasan bin Amr Al-Faqimi, dari Abu Umamah At-Taimi, dia berkata: “Aku berkata kepada Ibnu Umar: "Sesungguhnya kami ini orang yang suka melakukan sewa-menyewa, apakah kami akan mendapatkan (pahala) haji?" Dia berkata: "Bukankah kalian tاawaf di Baitullah, kalian mendatangi Mu’arraf, melempar jumrah, dan mencukur rambut kepala kalian?" Kami menjawab, "Benar" Ibnu Umar berkata:"Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, lalu dia bertanya tentang hal yang kalian tanyakan kepadaku, namun Nabi tidak memberinya jawaban hingga turunlah Jibril dengan membawa ayat ini (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu). Kemudian Nabi SAW memanggilnya dan bersabda, "Kalian adalah orang-orang yang berhaji” Firman Allah SWT: (Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'aril haram). Kata “'Arafah” pada ayat ini adalah isim alam untuk muannats, karena asalnya adalah bentuk jamak seperti “muslimat” dan “mu’minat”.

Dinamai demikian untuk menyebutkan suatu tempat tertentu yang memiliki cabang-cabang turunan. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. ‘Arafah adalah tempat untuk wukuf dalam haji, yang merupakan maksud tujuan dari rangkaian ibadah haji. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan para ahli hadits meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abdurrahman bin Ya'mur Ad-Daili, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Haji itu adalah wukuf di Arafah (sebanyak tiga kali) maka barang siapa yang telah melakukan wukuf di Arafah sebelum terbit fajar, maka ia sungguh telah menjalankan haji, dan berada di Mina selama tiga hari, dan siapa saja yang bersegera dalam dua hari, maka tidak ada dosa baginya, dan siapa saja yang tertinggal, maka tidak ada dosa baginya juga.

Waktu wukuf di Arafah dimulai dari pertengahan hari Arafah hingga terbit fajar pada hari kedua yaitu hari raya Idul Adha, karena Nabi SAW berdiri di Arafah dalam Haji Wada' setelah menunaikan shalat Zhuhur hingga matahari terbenam. Beliau bersabda, “Ambillah dariku manasik-manasik kalian" Dalam hadits ini beliau juga bersabda, “maka barang siapa yang telah melakukan wukuf di Arafah sebelum terbit fajar, maka ia sungguh telah menjalankan haji” Pendapat ini dianut oleh Imam Malik, Abu Hanifah, dan Imam Syafi'i. Imam Ahmad berpendapat bahwa waktu wukuf di Arafah dimulai sejak awal hari Arafah.

Pendapat ini diperkuat dengan hadits dari Asy-Sya'bi dari Urwah bin Mudharris bin Haritsah Ath-Tha’i, dia berkata: “Aku datang kepada Rasulullah SAW di Muzdalifah ketika beliau keluar untuk shalat. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, saya datang dari dua gunung Thayyi`. Perjalananku cukup melelahkan dan diriku merasa letih.

Demi Allah, tidak ada gunung pasir kecuali aku wukuf di sana. Apakah hajiku sah?”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “'Barangsiapa yang shalat bersama kami, dan wukuf bersama kami hingga selesai dan sebelum itu dia wuquf di Arafah baik malam maupun siang maka hajinya telah sempurna serta telah melaksanakan seluruh manasik" Diriwayatkan dari Ibnu Abbas. berkata: Orang-orang jahiliyyah biasa wukuf di Arafah hingga saat matahari berada di atas puncak gunung, seakan-akan itu adalah sorban-sorban di atas kepala para lelaki.

Lalu Rasulullah SAW mengakhirkan untuk bertolak dari Arafah hingga matahari terbenam. Diriwayatkan dari Al-Ma'rur bin Suwaid. berkata: “Aku melihat Umar ketika dia bertolak dari Arafah, aku melihatnya seakan-akan seorang pria tanpa rambut di atas untanya, dia berkata, “Kami mendapati bahwa “ifadhah” (bertolak dari Arafah) adalah meninggalkan” Dalam hadits Jabir bin Abdullah Ath-Thawil yang ada dalam hadits shahih Muslim, dia berkata:"Beliau senantiasa wukuf (di Arafah) sampai matahari terbenam dan mega merah hilang. Kemudian beliau teruskan perjalanan dengan membonceng Usamah di belakangnya, sedang beliau sendiri memegang kendali.

Beliau tarik tali kekang unta Qashwa, hingga kepalanya hampir menyentuh bantal pelana. Beliau bersabda dengan isyarat tangannya: "Saudara-saudara, tenanglah, tenanglah." Setiap beliau sampai di bukit, beliau kendorkan tali unta sedikit, untuk memudahkannya mendaki sampai di Muzdalifah beliau shalat Maghrib dan Isya`dengan satu kali adzan dan dua iqamah tanpa shalat sunnah antara keduanya. Kemudian beliau tidur hingga terbit fajar.

Setelah tiba waktu Shubuh, beliau shalat Shubuh dengan satu Adzan dan satu iqamah. Kemudian beliau menunggangi unta Qaswa melanjutkan perjalanan sampai ke Masy'aril Haram. Sampai di sana beliau menghadap ke kiblat, berdo'a, takbir, tahlil dan membaca kalimat tauhid.

Beliau masih wukuf di sana hingga langit kekuning-kuningan dan berangkat sebelum matahari terbit" Dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Usamah bin Zaid, dia ditanya bagaimana Rasulullah SAW berjalan ketika meninggalkan Arafah. Dia berkata, "Beliau berjalan dengan sedang dan apabila sampai di daerah dataran yang luas Beliau berjalan dengan agak cepat. “’anaq” adalah langkah yang sedang, dan ”an-nash” adalah langkah di atasnya" Diriwayatkan dari Amr bin Maimun: “Aku bertanya kepada Abdullah bin Amr tentang Masy'aril Haram, dia terdiam hingga tiba-tiba kaki unta kami mencapai Muzdalifah. Lalu dia berkata, “Di mana orang yang bertanya tentang Masy'aril Haram?

Inilah Masy'aril Haram.” Ibnu Umar berkata, “Masy'aril Haram adalah Muzdalifah secara keseluruhan” Aku berkata, “Masya’ir” adalah tanda-tanda yang nyata. Adapun Muzdalifah disebut Masy'aril Haram karena berada dalam wilayah haram. Lalu Apakah wukuf di sana adalah rukun dalam haji, dan haji tidak sah kecuali dengan melakukan ini?

Sebagaimana pendapat sekelompok ulama’ salaf dan beberapa sahabat Imam Syafi'I, di antaranya adalah Al-Qaffal, Ibnu Khuzaimah, dan Urwah bin Mudharris. Ataukah itu sesuatu yang wajib sehingga harus ditebus dengan dam sebagaimana salah satu pendapat madzhab Syafi’i? atau amalan sunnah sehingga tidak perlu ditebus dengan apapun sebagaimana pendapat lainnya? Tiga pendapat dari para ulama itu karena luasnya tempat ini daripada tempat lainnya, dan hanya Allah yang lebih mengetahui.

Diriwayatkan dari Jabir bin Muth'am dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Seluruh Arafah adalah tempat wukuf, dan naiklah dari lembah ‘Uranah, dan setiap bagian Muzdalifah adalah tempat wukuf, dan naiklah dari lembah Muhassir, dan setiap dataran Makkah adalah tempat menyembelih, dan setiap hari tasyriq adalah hari penyembelihan.” Firman Allah SWT, (Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan kepadamu) Ini adalah pengingat bagi mereka atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada mereka dengan berupa petunjuk, penjelasan, dan bimbingan mengenai tempat dalam haji, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan kepada nabi Ibrahim AS. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman, (dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat). Dikatakan bahwa nya adalah sebelum petunjuk ini.

Dikatakan pula sebelum Al-Qur’an, serta dikatakan sebelum Rasulullah SAW. Semua pendapat ini saling berdekatan, berkaitan dan merupakan pendapat yang benar"

Sumber: https://tafsirweb.com/721-surat-al-baqarah-ayat-198.html

Informasi Tambahan

Juz

2

Halaman

31

Ruku

26

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved