Kembali ke Surat Al-Hajj

الحج (Al-Hajj)

Surat ke-22, Ayat ke-13

يَدْعُوْا لَمَنْ ضَرُّهٗٓ اَقْرَبُ مِنْ نَّفْعِهٖۗ لَبِئْسَ الْمَوْلٰى وَلَبِئْسَ الْعَشِيْرُ

Dia menyeru kepada sesuatu yang (sebenarnya) bencananya lebih dekat daripada manfaatnya. Sungguh, itu seburuk-buruk penolong dan sejahat-jahat kawan.

📚 Tafsir Al-Muyassar

11-13. Dan diantara manusia ada orang yang masuk ke dalam Islam dengan dorongan yang lemah dan keraguan, sehingga dia menyembah Allah dengan ragu-ragu, layaknya orang yang tengah berdiri di atas tepi gunung atau tembok, dia tidak mantap dalam berdirinya, dan dia mengaitkan keimanannya erat dengan kehidupan dunianya. Apabila dia dalam keadaan sehat dan hidup dengan nyaman, maka dia akan meneruskan ibadahnya.

Dan apabila terjadi padanya satu cobaan dengan kejadian yang tidak mengenakkan dan kesulitan, dia mengaitkan kesialannya itu kepada agamanya, lalu dia meninggallkan agamanya sebagaimana orang yang berbalik ke belakang setelah istiqamah. Disebabkan hal itulah, dia merugi di dunia, karena kekafirannya tidak mengubah apa yang ditakdirkan bagi dirinya untuk kehidupan dunianya, dan dia merugi di akhirat karena masuk ke dalam neraka. Dan itu adalah kerugian yang nyata.

Orang yang merugi itu menyembah selain Allah yang tidak dapat memadorotkannya bila ia abaikan, dan tidak memberinya manfaat jika ia sembah. Itulah kesesatan nyata yang amat jauh dari kebenaran. Dia menyeru makhluk yang mudaratnya lebih dekat daripada manfaatnya.

Alangkah buruknya sesembahan itu sebagai penolong dan amat buruk menjadi kawan.

Sumber: https://tafsirweb.com/5749-surat-al-hajj-ayat-13.html

📚 Tafsir as-Sa'di

12-13. “Dia menyeru,” orang yang berpaling ini (menyeru) selain Allah, obyek yang tidak mampu menggulirkan manfaat ataupun mendatangkan mudarat. Inilah karakteristik setiap obyek yang diseru dan disembah selain Allah. Ia tidak mampu memberi kemanfaatan dan kemudaratan bagi dirinya sendiri dan pihak lain. “Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh,” yang penyimpangannya sudah mencapai titik klimaks.

Ia telah merubah haluan dari penyembahan terhadap dzat yang melimpahkan kemanfaatan, yang mampu memberikan mara bahaya, Yang Mahakaya, lagi Maha Mencukupi, dengan beralih kepada penyembahan makhluk seperti dirinya atau lebih rendah dari tingkatannya. Tidak ada wewenang yang digenggam oleh tangannya. Justru dia lebih dekat kepada hasil yang bertolak-belakang dengan apa yang menjadi hasratnya.

Oleh karena itu, Allah berfirman, “Ia menyeru sesuatu yang sebenarnya mudaratnya lebih dekat daripada manfaatnya.” Sesungguhnya bahayanya pada akal dan jasmani, di dunia dan akhirat sudah diketahui bersama. “SEsungguhnya yang diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong,” yaitu sesembahan itu “dan sejahat-jahat kawan,” yaitu kawan akrab yang menemani.

Tujuan keberadaan pelindung dan kawan, yaitu teraihnya manfaat dan tertolaknya mudarat. Jika tidak terealisasikan sedikit pun dari hal-hal tersebut, maka hubungan itu menjadi tercela lagi tidak baik.

Sumber: https://tafsirweb.com/5749-surat-al-hajj-ayat-13.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

13. Ia menyembah sesuatu yang sebenarnya mudharatnya lebih banyak daripada manfaatnya. Sesungguhnya yang mereka sembah itu adalah seburuk-buruk yang mereka jadikan penolong serta seburuk-buruk kawan.

Sumber: https://tafsirweb.com/5749-surat-al-hajj-ayat-13.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Ayat 11-13 Mujahid, Qatadah dan lainnya berkata tentang firmanNya: (dengan berada di tepi) yaitu dalam keraguan. Lainnya berkata,”Berada di tepi, yaitu di tepi gunung. Dia masuk agama Islam pada tepinya saja; jika mendapati apa yang dia sukai, dia tetap di dalamnya; dan jika tidak, maka dia kembali kafir.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firmanNya: (Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi) dia berkata,”Seorang laki-laki datang ke Madinah. Jika istrinya melahirkan laki-laki serta kudanya beranak, maka dia berkata bahwa agama Islam adalah agama yang baik. Tetapi jika istrinya tidak melahirkan dan kudanya tidak melahirkan, maka dia berkata bahwa Islam adalah agama yang buruk.

Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, yaitu orang munafik, jika dia mendapat kebaikan di dunianya, maka dia tetap melakukan ibadahnya. Tetapi jika dunianya rusak, maka dia tidak melakukan ibadahnya kecuali dunianya baik. Jika dia ditimpa cobaan, kesengsaraan, ujian, atau kesempitan, maka dia meninggalkannya dan kembali kepada kekafirannya.

Mujahid berkata tentang firmanNya: (berbaliklah ia ke belakang) yaitu dia murtad dan kembali kafir. Firman Allah: (Rugilah ia di dunia dan di akhirat) yaitu dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini; adapun di akhirat karena dia mengingkari Allah Yang Maha Agung, maka nasibnya sangat celaka dan terhina. Oleh karena itu Allah berfirman: (Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata) yaitu ini merupakan kerugian yang besar dan transaksi yang merugikan.

Firman Allah: (Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya) yaitu berhala-berhala dan tandingan-tandingan, dia meminta pertolongan, hujan dan rezeki kepadanya, padahal itu tidak dapat memberikan suatu manfaat, dan mudarat kepadanya (Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh) Firman Allah: (Ia menyeru sesuatu yang sebenarnya mudharatnya lebih dekat dari manfaatnya) yaitu, kemudharatannya di dunia sebelum akhirat lebih dekat daripada manfaatnya. Adapun di akhirat nanti mudharatnya sudah jelas dan pasti. Firman Allah: (Sesungguhnya yang diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong dan sejahat-jahat kawan) Mujahid berkata bahwayang dimaksud adalah berhala, yaitu, seburuk-buruk yang dimintai pertolongan selain Allah. (dan sejahat-jahat kawan) yaitu kawan yang bergaul.

Pendapat ini dipilih Ibnu Jarir bahwa yang dimaksud adalah seburuk-buruknya anak paman dan kawan: (orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang) dan pendapat Mujahid bahwa makna yang dimaksud adalah berhala lebih dekat dan lebih sesuai dengan konteks ayat. Hanya Allah yang lebih mengetahui

Sumber: https://tafsirweb.com/5749-surat-al-hajj-ayat-13.html

Informasi Tambahan

Juz

17

Halaman

333

Ruku

286

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved