Kembali ke Surat Al-Furqan

الفرقان (Al-Furqan)

Surat ke-25, Ayat ke-74

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

📚 Tafsir Al-Muyassar

Dan juga orang-orang yang memohon kepada Allah dengan mengatakan, “wahai Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada kami dari istri-istri kami dan anak-anak kami apa yang dapat menyejukkan pandangan mata kami yang disitu kami memperoleh kenyamanan hidup dan kebahagiaan, dan jadikanlah kami teladan baik yang diikuti oleh orang-orang yang bertakwa dalam kebaikan.”

Sumber: https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html

📚 Tafsir as-Sa'di

74 “dan orang-orang yang berkata ’Ya Rabb kami, anugerahkanlah kami istri-istri kami,” maksudnya, pendamping-pendamping kami, termasuk para sahabat, orang-orang terdekat, dan istri-istri, “dan keturunan kami sebagai penyenang hati,” maksudnya mata kami menjadi damai. Dan apabila kita meneliti lebih jauh keadaan dan ciri-ciri mereka, maka kita mengetahui bahwa diantara usaha keras mereka dan ketinggian martabat mereka [adalah bahwasannya mereka merasa tidak damai sebelum mata kepala mereka melihat keturunan mereka taat kepada Allah, berilmu lagi beramal. Demikianlah, sebagaimana doa ini adalah doa untuk istri-istri dan anak keturunan mereka.

Ia juga merupakan doa untuk diri mereka sendiri, karena manfaatnya kembali kepada diri mereka sendiri. Oleh karenanya mereka menjadikan semua itu sebagai pemberian (anugerah) bagi mereka, seraya mengatakan, ”anugerahkanlah kepada kami.” Bahkan doa mereka kembali kepada manfaat bagi segenap kaum Muslimin. Sebab, dengan keshalihan orang-orang yang disebutkan di dalam doa, akan menjadi sebab bagi keshalihan kebanyakan orang-orang yang berhubungan dengan mereka dan (sebab untuk) mengambil manfaat drai mereka. “dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” Maksudnya, sampaikanlah kami, ya Tuhan kami, kepada derajat luhur ini, yaitu derajat orang-orang shadiqin dan derajat orang-orang yang sempurna dari kalangan hamba-hamba Allah yang shalih, yaitu derajat kepemimpinan di dalam agama, dan hingga mereka bisa menjadi teladan bagi orang-orang yang bertakwa dalam ucapan dan perbuatannya.

Perbuatan-perbuatan mereka diteladani, ucapan-ucapan mereka menjadi kesejukan hati dan orang-orang shalih berjalan di belakangnya (mengikuti). Mereka memberi petunjuk dan masyarakatpun mendapat petunjuk. Sudah dimaklumi bahwa berdoa untuk mencapai sesuatu adalah merupakan doa untuk mencapai sesuatu yang tidak akan tercapai kecuali dengannya.

Derajat kepemimpinan dalam agama ini tidak akan pernah dicapai kecuali dengan sabar dan keyakinan, sebagaimana Allah berfirman, “dan kami jadikan dari kalangan mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka bersabar.

Dan mereka meyakini ayat-ayat kami.” (as-sajdah:24) Doa tersebut mengharuskan adanya amal usaha dan kesabaran dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan dalam menjauhi kemaksiatan terhadapNya serta keputusan takdirNya yang menyakitkan hati, dan juga mengharuskan adanya ilmu yang memadai yang dapat mengantarkan orangnya kepada derajat al-yakin sebagai kebaikan yang sangat banyak dan karunia yang berlimpah, dan mengharuskan merek auntuk berada diatas setinggi mungkin dari derajat manusia lain, di bawah derajat para rasul.

Sumber: https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

74. Dan orang-orang yang berdoa dengan berkata: “Wahai Tuhan kami, anugerahkan kepada kami, isteri-isteri dan anak-anak kami sebagai penyejuk mata kami karena bahagia, atau sebagai penggembira jiwa kami dengan menuntun mereka menuju ketaatan, kebaikan dan keutamaan. Dan jadikanlah kami sebagai teladan dalam kebaikan” Ini adalah dalil tentang hukum memohon kepemimpinan yang berlandaskan agama guna mendirikan kewajiban kepemimpinannya, bukan untuk menyombongkan diri dengan kepemimpinan itu

Sumber: https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Ayat 72-74 Ini juga merupakan sebagian dan sifat-sifat hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, yaitu bahwa mereka tidak pernah memberikan kesaksian palsu. Dikatakan bahwa yang dimaksud adalah kemusyrikan dan menyembah berhala. Dikatakan juga berdusta, berbuat fasik, ingkar, bebuat sia-sia, dan berbuat bathil.

Umar bin Qais berkata yaitu majelis =kejahatan dan kefasikan. Dikatakan bahwa makna firman Allah SWT: (yang tidak memberikan persaksian palsu) yaitu kesaksian palsu yaitu berdusta untuk mencelakakan orang lain, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Abu Bakrah, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Maukah aku ceritakan kepada kalian tentang dosa yang paling besar?”, sebanyak tiga kali. Lalu kami menjawab,"Iya, Wahai Rasulullah” Rasulullah SAW bersabda,"Menyekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua” Pada mulanya beliau bersandar, lalu duduk tegak dan bersabda,"Ingatlah, ucapan dusta, ingatlah kesaksian palsu!" Rasulullah SAW mengulang-ulangnya, sehingga kami berkata bahwa seandainya beliau diam.

Makna yang tampak dengan konteks ayat ini bahwa makna yang tidak memberikan kesaksian palsu adalah tidak melakukannya. Oleh karena itu Allah SWT berfirman: (dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui dengan menjaga kehormatan dirinya) yaitu mereka tidak melakukannya, dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang melakukannya , maka mereka melewatinya saja dan tidak mau mengotori dirinya dengan sesuatupun dari hal itu. Oleh karena itu Allah berfirman: (mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya) Firman Allah SWT: (Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta (73)) Ini merupakan salah satu dari sifat orang-orang mukmin (mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal) (Surah Al-Anfal: 2) Berbeda dengan orang kafir, karena sesungguhnya apabila dia mendengar kalam Allah, maka tidak akan ada pengaruh dalam dirinya dan tidak ada perubahan dari apa yang sebelumnya dia lakukan, bahkan dia tetap pada kekafiran, kesesatan, kebodohan, dan tindakan melampaui batas.

Sebagaimana Allah SWT berfirman: (Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. (124) Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya (yang telah ada)) (Surah At-Taubah:124, 125) Firman Allah: (mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta) yaitu berbeda dengan orang kafir yang apabila mendengar ayat-ayat Allah, maka dirinya tidak terpengaruh, bahkan tetap dalam keadaannya, seakan-akan tidak mendengarnya karena tuli dan buta.

Mujahid berkata tentang firmanNya: (mereka tidak menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta) yaitu, mereka tidak mendengarkannya, melihatnya, dan mengerti akan sesuatu pun darinya. Qatadah berkata tentang firmanNya: (Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta (73)) dia berkata yaitu mereka tidak tuli terhadap kebenaran dan tidak buta terhadap­nya; mereka (demi Allah) adalah kaum yang memikirkan kebenaran dan mendapatkan manfaat dari apa yang mereka dengar dari kitabNya. Firman Allah SWT: (Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai menyenangkan hati (kami)) yaitu mereka adalah orang-orang yang memohon kepada Allah agar dikeluarkan dari tulang sulbi mereka dari keturunan yang taat dan menyembah­ hanya kepada Allah, tidak ada sekutu bagiNya.

Ibnu Abbas berkata bahwa mereka mengerjakan ketaatan kepada Allah sehingga hati mereka menjadi sejuk baik di dunia maupun akhirat. Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata bahwa mereka memohon kepada Allah SWT agar Dia memberikan petunjuk kepada istri-istri dan keturunan mereka untuk memeluk agama Islam. Firman Allah SWT: (dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa) Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud adalah para pemimpin yang mengikuti kami dalam kebaikan.

Sumber: https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html

Informasi Tambahan

Juz

19

Halaman

366

Ruku

315

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved