Kembali ke Surat Al-Qasas

القصص (Al-Qasas)

Surat ke-28, Ayat ke-84

مَنْ جَاۤءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ خَيْرٌ مِّنْهَاۚ وَمَنْ جَاۤءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى الَّذِيْنَ عَمِلُوا السَّيِّاٰتِ اِلَّا مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Barangsiapa datang dengan (membawa) kebaikan, maka dia akan mendapat (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang siapa datang dengan (membawa) kejahatan, maka orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu hanya diberi balasan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.

📚 Tafsir Al-Muyassar

Barangsiapa yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa tauhid yang murni kepada allah dan amal-amal shalih sesuai dengan ajaran yang disyariatkan Allah, maka baginya pahala yang besar yang lebih baik dari itu, yaitu surga dan kenikmatan yang abadi. Dan barangsiapa yang datang dengan membawa perbuatan-perbuatan buruk, maka orang-orang yang berbuat keburukan tidaklah diberi balasan atas perbuatan mereka kecuali sesuai dengan apa yang mereka perbuat.

Sumber: https://tafsirweb.com/7134-surat-al-qashash-ayat-84.html

📚 Tafsir as-Sa'di

84. Allah mengabarkan tentang pelipatgandaan karuniaNya dan kesempurnaan keadilanNya, seraya berfirman, “Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan,” Dia mempersyaratkan di dalam kebaikan itu harus dibawa oleh si pelaku. Sebab bisa jadi dia melakukannya akan tetapi dibarengi dengan sesuatu yang tidak bisa diterima, atau sesuatu yang dapat membatalkannya.

Orang yang seperti ini tidak disebut datang dengan membawa kebaikan. kebaikan adalah kata jenis (bermakna umum) mencakup seluruh apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya, berupa perkataan dan perbuatan yang lahir dan yang batin, yang berhubungan dengan hak Allah dan hak-hak manusia. “maka dia mendapatkan (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu,” maksudnya, yang lebih besar dan lebih banyak. Di dalam ayat lain disebutkan, "maka baginya 10 kali lipat" (Al-An’Am: 160). Pelipatgandaan kebaikan ini adalah suatu keharusan.

Dan kadang-kadang ia dibarengi dengan sebab-sebab yang bisa menambah pelipatgandaan pahalanya, seperti yang difirmankan Allah, "dan Allah melipatgandakan bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah Dzat yang Maha Luas rahmat-Nya dan Maha mengetahui" (Al-Baqarah:261), tergantung kepada keadaan pelaku, amal, manfaat, kedudukan dan tempatnya. “Dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan,” yaitu segala hal yang dilarang oleh pembuat syariat dengan larangan yang bermakna pengharaman, “maka orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu tidaklah diberi pembalasan, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” Sebagaimana Firman Allah, "Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)." (Al-An’Am:160).

Sumber: https://tafsirweb.com/7134-surat-al-qashash-ayat-84.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

84. Barangsiapa datang pada hari kiamat dengan membawa perbuatan baik, yaitu iman dan amal shalih, maka baginya itu pahala yang lebih baik dari amalnya dengan diberi 10 amal baik serupa yang digandakan sebanyak 70 kali lipat. Dan Barangsiapa datang dengan membawa perbuatan munkar yang buruk yaitu kekufuran dan kemaksiatan, maka tidak ada balasan bagi orang yang mengerjakan keburukan kecuali balasan yang serupa dengan perbuatannya di dunia tanpa dilipat gandakan atau ditambahi

Sumber: https://tafsirweb.com/7134-surat-al-qashash-ayat-84.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Ayat 83-84 Allah SWT menyebutkan bahwa akhirat dan kenikmatan yang kekal yang tidak berubah dan tidak lenyap, dia menjadikannya bagi hamba-hambaNya yang beriman dan merendah, yaitu mereka yang tidak menghendaki bersikap angkuh di muka bumi, yaitu tidak bersikap angkuh, sombonng, sewenang-wenang, dan menimbulkan kerusakan kepada makhluk Allah. Sebagaimana yang dikatakan Ikrimah, bahwa makna “al-uluwwu” adalah menyombongkan diri. Sa'id bin Jubair, berkata bahwa “al-uluwwu” adalah sewenang-wenang.

Sufyan bin Sa'id Ats-Tsauri meriwayatkan dari Manshur, dari Mus­lim Al-Bathin, bahwa makna yang dimaksud adalah menyombongkan diri tanpa alasan yang dibenarkan dan berbuat kerusakan dengan mengambil harta tanpa alasan yang dibenarkan. Ibnu Juraij berkata tentang firmanNya: (orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di (muka) bumi) yaitu bersikap angkuh dan bertindak sewenang-wenang (dan tidak (pula) berbuat kerusakan) yaitu mengerjakan perbuatan maksiat. Ibnu Jarir berkata, telah bercerita kepada kami Waki', telah bercerita kepada kami ayahku, dari Asy'ats As-Samman dari Abu Salam Al-A'raj dari Ali, dia berkata bahwa sesungguhnya seorang lelaki yang merasa tali sendalnya lebih baik daripada tali sendal temannya itu menyombongkan diri, maka dia termasuk ke dalam apa yang disebutkan dalam firmanNya SWT: (Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dari berbuat kerusakan di (muka) bumi.

Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa (83)) Hal ini ditafsirkan bahwa jika orang itu menginginkan bersikap angkuh dan sombong terhadap orang lain, karena sesungguhnya sikap itu adalah hal yang tercela, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi SAW yang bersabda:”Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku bahwa berendah dirilah, sehingga tidak ada seorangpun yang berbangga diri terhadap orang lain, dan tidak ada seorang pun yang bersikap melampaui batas terhadap orang lain” Adapun jika orang itu menyatakan hal itu hanya semata-mata untuk menghias diri, maka hal itu tidak apa-apa. Telah disebutkan bahwa ada seorang laki-laki berkata,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka jika kain selendangku baik dan sendalku baik, apakah hal itu termasuk sikap sombong?" Rasulullah SAW menjawab: “Tidak, sesungguhnya Allah itu indah yang menyukai keindahan” Allah SWT berfirman: (Barang siapa yang datang dengan (membawa) kebaikan) yaitu pada hari kiamat (maka baginya (pahala) yang lebih baik daripadanya) yaitu pahala Allah lebih baik daripada amal baik hambaNya, karena Allah melipatgandakan pahalaNya dengan kelipatan yang sangat banyak. Ini merupakan karuniaNya.

Kemudian Allah berfirman (dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan) Sebagaimana Allah SWT berfirman di ayat lain: (Dan barangsiapa yang membawa kejahatan, maka disungkur-kanlah muka mereka ke dalam neraka. Tiadalah kamu dibalas, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu kerjakan (90)) (Surah An-Naml) Ini merupakan karunia dan keadilan

Sumber: https://tafsirweb.com/7134-surat-al-qashash-ayat-84.html

Informasi Tambahan

Juz

20

Halaman

395

Ruku

341

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved