Kembali ke Surat Al-'Ankabut

العنكبوت (Al-'Ankabut)

Surat ke-29, Ayat ke-46

۞ وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ وَقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِالَّذِيْٓ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَاُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَاِلٰهُنَا وَاِلٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَّنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, ”Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu satu; dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.”

📚 Tafsir Al-Muyassar

Dan janganlah kalian (wahai kaum Mukminin) mendebat kaum Yahudi dan Nasrani kecuali dengan cara yang baik dan ucapan yang bagus serta dakwah kepada kebenaran melalui metode yang paling mudah menuju tujuan tersebut, kecuali orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, membangkang dan berlaku sombong serta mengumumkan api permusuhan terhadap kalian. Maka lawanlah mereka dengan pedang hingga mereka beriman atau mau menyerahkan jizyah sendiri sedang mereka dalam keadaan terhina. Dan katakanlah, “Kami beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepada kami dan kami beriman kepada Taurat dan Injil yang diturunkan kepada kalian.

Dan Tuhan Kami dan Tuhan kalian adalah satu. Tidak ada sekutu bagiNya dalam uluhiyah dan rububiyah serta nama dan sifatNya. Dan kami tunduk dan menghinakan diri kepadaNya dengan ketaatan dalam perkara yang diperintahkan kepada kami dan larangan yang tertuju kepada kami.”

Sumber: https://tafsirweb.com/7272-surat-al-ankabut-ayat-46.html

📚 Tafsir as-Sa'di

46 Allah melarang berdebat dengan ahli kitab jika dilakukan tanpa dilandasai pengetahuan yang mendalam dari pihak yang akan mendebat, atau tanpa landasan kaidah yang benar, dan hendaknya tidak mendebat (mereka) kecuali dengan cara yang terbaik, dengan akhlak yang mulia, santun, perkataan yang lembut dan berdakwah kepada kebenaran dan memperindah yang haq, dan dengan menolak kebatilan dan mematahkannya dengan cara yang paling mudah yang bisa mengantarkan kepadanya. Dan hendaknya niat atau tujuan dari perdebatan tidak hanya sekedar perdebatan, sikap ingin mengalahkan dan ingin menjadi yang teratas. Akan tetapi tujuannya adalah menjelaskan kebenaran dan memberikan petunjuk kepada manusia, “kecuali,” dengan orang zhalim di antara ahli kitab.

Yaitu dengan tampaknya tujuan dan keadaannya bahwa dia sama sekali tidak mempunyai keinginan pada kebenaran. Tentu sama sekali tidak ada faidahnya mendebat orang seperti ini, karena tujuan dari perdebatan menjadi hilang. “dan katakanlah,’kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu, tuhan (sembahan) kami dan tuhanmu adalah satu’,” maksudnya, hendaklah perdebatan kalian dengan ahli kitab dilandasai dengan beriman kepada sesuatu yang diturunkan kepada kalian dan sesuatu yang diturunkan kepada mereka, dan beriman kepada Rasul kalian dan Rasul mereka, dan berdasarkan landasan bahwa sembahan itu satu. Dan hendaknya diskusi kalian dengan ahli kitab tidak dengan cara yang dapat melecehkan sedikitpun dari kitab-kitab suci, atau mencemarkan salah seorang Rasul, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang jahil saat berdebat dengan lawan, ia mencemooh semua yang ada pada lawannya, baik yang haq maupun yang batil.

Hal demikian adalah kezhaliman yang menyimpang dari yang wajib dan dari etika perdebatan. Karena sesungguhnya yang wajib adalah membantah kebatilan yang ada pada lawan dan menerima kebenaran yang ada padanya, tidak boleh menolak kebenaran karena perkatan lawan sekalipun dia adalah seorang kafir. Dan juga, karena melandasi debat ahli kitab dengan cara di atas mengandung pengharusan terhadap mereka untuk mengakui al-qur’an dan rasul yang membawanya (Muhammad.) sebab, apabila dia membicarakan prinsip-prinsip agama dan sesuatu yang telah disepakati oleh para nabi dan kitab-kitab suci samawi dan sudah disetujui oleh kedua belah pihak yang berdebat dan sudah dipastikan kebenarannya, di mana kitab-kitab sebelumnya dan para rasul bersama al-qur’an dan Muhammad benar-benar telah menjelaskannya, membuktikan dan mengabarkannya, maka hal itu mengharuskan mereka meyakini (dengan membenarkan) semua kitab-kitab suci samawi dan seluruh para rasul.

Inilah di antara keistimewaan islam. Adapun kalau (malah) dikatakan,”kami hanya beriman kepada sesuatu yang dijelaskan oleh kitab suci saja, tanpa meyakini kitab suci yang lain, padahal itu yang benar yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya, maka sikap ini adalah sikap kezhaliman dan hawa nafsu. Sikap itu kembali pada pernyataan pendustaan.

Sebab, apabila dia mendustakan al-qur’an yang membuktikan kebenaran dan yang membenarkan kitab Taurat yang sudah ada sebelumnya, maka sesungguhnya dia berarti mendustakan pernyataan yang telah dia klaim bahwa dia telah beriman kepadanya. Dan juga, karena setiap cara yang dapat membuktikan kepada kenabian Muhammad. Dan setiap syubhat (pemikiran yang keliru) yang dijadikan dasar untuk mendiskreditkan kenabian Muhammad, maka cara yang semisal dengannya atau yang lebih hebat darinya bisa diarahkan kepada kenabian dari nabi yang lain.

Apabila telah terbukti kepalsuan syubhat tersebut pada nabi lainnya maka kepastian kepalsuannya pada kebenaran Nabi Muhammad menjadi lebih jelas lagi. “dan hanya kepadaNya kami berserah diri,” maksudnya, kami tunduk berserah diri kepada perintahNya. Siapa saja yang beriman kepadaNya, menjadikanNya sebagai sembahan dan beriman kepada seluruh kitab-kitabNya dan para RasulNya, serta tunduk kepada Allah dan mengikuti para RasulNya maka dialah orang yang berbahagia. Dan siapa saja yang menyimpang dari jalan ini, maka dialah orang yang sengsara.

Sumber: https://tafsirweb.com/7272-surat-al-ankabut-ayat-46.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

46. Wahai orang-orang mukmin, janganlah kalian berdebat dengan kaum Yahudi dan Nasrani kecuali perdebatan yang masuk akal untuk menjelaskan kebenaran dengan cara paling baik yang di dalamnya tetap menjaga keintahan ucapan, keluwesan kalimat dan penahanan nafsu (emosi), namun orang-orang yang menzalimi dari golongan mereka itu telah melampaui batas keras kepalanya. Tidak masalah jika menanggapi mereka dengan hal serupa.

Dalam perdebatan kalian, katakanlah kepada mereka: “Kami mengimani apa yang diturunkan kepada kami berupa Al-Qur’an, dan apa yang diturunkan kepada kalian berupa Taurat dan Injil tanpa menyimpang dan menggantinya. Tuhan kami dan Tuhan kalian hanya satu dan tidak ada sekutu bagiNya. Dan kami adalah-orang-orang yang taat dan tunduk kepadaNya” Al-Baihaqi meriwayatkan dari Sya’b bin Jabir yang berkata: “Rasulallah SAW bersabda: “Janganlah kalian bertanya kepada ahli kitab tentang sesuatu apapun.

Sesungguhnya mereka tidak memberi kalian petunjuk melainkan menyesatkan, atau kalian akan membenarkan kebathilan dan mendustakan kebenaran. Demi Allah, jika saja Musa masih hidup di antara kalian maka tidak ada tempat baginya kecuali mengikutiku”

Sumber: https://tafsirweb.com/7272-surat-al-ankabut-ayat-46.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Qatadah dan lainnya berkata, bahwa ayat ini dinasakh oleh ayat pedang, maka tidak ada lagi perdebatan dengan mereka. Sesungguhnya jalan keluarnya hanya masuk Islam, membayar jizyah atau perang. Ulama lain berkata bahwa ayat ini masih tetap muhkamat bagi orang yang hendak menyadarkan mereka agar mau masuk Islam, maka hendaknya berdebat dengan cara yang lebih baik agar mendapatkan keberhasilan, sebagaimana Allah SWT berfirman: (Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk(125)) (Surah An-Nahl) dan Allah SWT berfirman kepada nabi Musa dan nabi Harun saat mengutus mereka kepada Fir'aun: (Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (44)) (Surah Thaha) Pendapat ini dipilih Ibnu Jarir, dia meriwayatkannya dari Ibnu Zaid.

Firman Allah SWT: (kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka) yaitu yang menyimpang dari jalan kebenaran. Mereka buta dari bukti yang jelas dan ingkar serta sombong. Maka saat itu juga berpindah dari berdebat menjadi kekerasan, dan mereka harus diperangi dengan sesuatu yang bisa mencegah dan menghalangi mereka.

Allah SWT berfirman: (Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa (25)) (Surah Al-Hadid) Firman Allah (kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka) Mujahid berkata bahwa maknannya adalah orang-orang yang diperangi dan orang-orang yang tidak mau membayar jizyah.

Firman Allah: (dan katakanlah, "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu”) yaitu jika mereka memberitahukan tentang hal yang tidak kita ketahui kebenarannya dan kedustaannya. Maka dalam hal ini, kita tidak boleh tergesa-gesa mendustakannya, karena bisa jadi hal itu benar, Dan tidak boleh juga membenarkannya karena bisa jadi hal itu bathil. Akan tetapi kita diperintahkan untuk beriman kepadanya secara umum saja, dengan syarat hendaknya berita itu berasal dari sesuatu yang diturunkan, bukan yang telah diganti dan bukan pula berdasarkan takwil Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa dahulu orang-orang Ahli Kitab membaca kitab Taurat dengan bahasa Ibrani, lalu mereka menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada orang-orang Islam.

Maka Rasulullah SAW bersabda:”Janganlah kalian membenarkan dan mendustakan Ahli Kitab, (dan katakanlah oleh kalian, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada kalian; Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah Esa, dan hanya kepadaNyalah kami berserah diri)

Sumber: https://tafsirweb.com/7272-surat-al-ankabut-ayat-46.html

Informasi Tambahan

Juz

21

Halaman

402

Ruku

346

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved