البقرة (Al-Baqarah)
Surat ke-2, Ayat ke-27
الَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مِيْثَاقِهٖۖ وَيَقْطَعُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ
(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.
📚 Tafsir Al-Muyassar
Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah yang telah Dia ambil dari mereka untuk bertauhid dan taat kepada-Nya. padahal Allah telah menegaskan isi perjanjian itu dengan mengirim para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Namun mereka menyelisihi aturan agama Allah seperti dengan memutus tali silaturahim dan menebar kerusakan di muka bumi. Mereka itu adalah orang-orang yang rugi di dunia dan akhirat.
Sumber: https://tafsirweb.com/283-surat-al-baqarah-ayat-27.html
📚 Tafsir as-Sa'di
27. “ Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu diteguhkan.” Hal ini bersifat umum yang meliputi perjanjian antara mereka dengan Rabb mereka, atau juga perjanjian yang terjadi antara mereka dengan sesama makhluk, yang dikukuhkan atas mereka dengan ikatan-ikatan yang erat dan komitmen-komitmen, namun mereka tidak peduli terhadap ikatan-ikatan tersebut bahkan mereka membatalkannya dan mereka meninggalkan perintah-perintahNya, dan mereka juga membatalkan janji-janji antara mereka dengan sesama makhluk. “dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya.” Banyak hal yang termasuk kedalam ayat ini, dan Allah ta’ala telah memerintahkan kepada kita untuk menghubungkan antara kita dengan DiriNya yaitu dengan keimanan kepadaNya, melaksanakan ibadah hanya semata kepadaNya, atau antara kita dengan rosulNya yaitu dengan beriman kepada beliau, mencintai beliau, menghormati beliau, menunaikan segala hak-hak beliau, atau di antara kita dengan kedua orang tua, karib kerabat, teman sahabat dan seluruh makhluk yaitu dengan menunaikan hak-hak mereka yang mana Allah memerintahkan untuk bersilaturahim. Adapun orang-orang Mukmin, maka mereka akan menyambung silaturahim yang telah Allah perintahkan untuk di sambung dari hak-hak tersebut, dan mereka menunaikannya dengan sebaik-baik pelaksanaan, sedangkan orang-orang fasik maka mereka memutuskannya dan membuangnya dari diri mereka dan menggantikannya dengan kefasikan, memutus hubungan, dan melakukan kemaksiatan, yaitu berbuat kerusakan di muka bumi. “Mereka itulah, ” yakni orang-orang yang memiliki sifat seperti itu adalah, “orang-orang yang merugi,” di dunia dan akhirat. Allah membatasi kerugian itu hanya bagi mereka, karena kerugian mereka itu bersifat umum dalam segala kondisi mereka yang tidak ada sama sekali percikan dari keuntungan, karena setiap amalan shalih syaratnya adalah keimanan, maka barangsiapa yang tidak memiliki keimanan, niscaya ia tidak memiliki nilai amal, dan kerugian ini adalah kerugian kekufuran.
Adapun kerugian yang terkadang menjadi kekufuran dan terkadang menjadi kemaksiatan dan terkadang menjadi suatu tindakan kelalaian dalam meninggalkan kesunnahan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta'ala : "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian," (QS. Al-Ashr : 2) Maka ini bersifat umum untuk seluruh makhluk, kecuali orang-orang yang bersifat dengan keimanan, amalan shalih, saling nasihat menasihati kepada kebenaran dan saling nasihat menasihati dengan kesabaran;maka pada hakikatnya adalah hilangnya kebaikan yang mana seorang hamba itu bertujuan memperolehnya dan itu masih dalam kemampuannya.
Sumber: https://tafsirweb.com/283-surat-al-baqarah-ayat-27.html
📚 Tafsir Al-Wajiz
Orang-orang fasik adalah orang-orang yang merusak perjanjian, melanggar apa yang diperintahkan dan dijanjikan Allah kepada mereka berupa keimanan, setelah melakukan perjanjian dan memperkuatnya dengan lisan-lisan semua rasul; memotong hubungan silaturahmi, hubungan kerabat dan menjauhi orang-orang mukmin; dan melakukan kemaksiatan di bumi, menghalangi manusia untuk beriman kepada risalah Muhammad SAW. Dan mereka semua adalah penduduk neraka
Sumber: https://tafsirweb.com/283-surat-al-baqarah-ayat-27.html
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)
Arti ayat ini yaitu bahwa Allah SWT memberitahukan bahwa Dia tidak segan atau tidak takut untuk memberikan suatu perumpamaan dengan segala sesuatu baik yang kecil ataupun besar. Huruf "ma" di sini untuk mengurangi penambahan, dan kata (ba'uzhah) mansub sebagai badal, sebagaimana dikatakan: "La adhrabanna dharban ma", Hal itu menunjukkan sesuatu yang lebih rendah, atau kata "ma" itu bisa menjadi isim nakirah yang disifati dengan (ba'uzhah) Ibnu Jarir memilih bahwa "ma" di sini adalah ma maushul, dan (ba'uzhah) dii’rab sesuai dengan I’rabnya. Dia berkata:"Itu merupakan sesuatu yang wajar dalam percakapan orang Arab, bahwa mereka mengi'rabkan shilah dari “ma” dan “man” dengan i'rabnya; karena keduanya terkadang menjadi isim ma’rifah dan terkadang menjdai isim nakirah, sebagaimana yang dikatakan Hasan bin Tsabit: Cukup bagi kami keutamaan atas orang lain Cinta kepada Nabi Muhammad telah menyatu pada diri kami.
Terkait firmanAllah SWT: (atau yang lebih rendah dari itu) itu ada dua pendapat: Pendapat pertama yaitu hal lain selain (nyamuk) dalam ukuran kecil dan kehinaannya, sebagaimana ketika seseorang digambarkan dengan celaan dan kekikiran, lalu pendengarnya akan berkata: "Iya, dan di bawah itu", maksudnya yaitu terkait hal yang telah kamu gambarkan. Ini adalah pendapat Al-Kisa'i dan Abu Ubaidah yang dikatakan oleh Ar-Razi dan kebanyakan para pentahqiq. Dalam hadits: "Seandainya dunia ini mempunyai nilai di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberikan kepada orang kafir setetes airpun." Pendapat kedua: yaitu bahwa (Fa maa fauqaha) maknanya adalah sesuatu yang lebih besar daripada nyamuk, karena tidak ada sesuatu yang lebih hina dan lebih kecil daripada nyamuk.
Ini adalah pendapat Qatadah bin Di'amah, dan pendapat itu dipilih Ibnu Jarir, dan dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:"Tidak ada seorang Muslim yang disengat duri atau sesuatu yang lebih besar daripada itu, melainkan dia akan mendapatkan pahala karenanya dan dihapuskan dosanya dengan itu" Hadits ini memberitahukan bahwa hal itu tidak menunjukkan sesuatu yang kecil sebagai perumpamaan, sekalipun sekecil nyamuk. Sebagaimana Allah tidak segan menciptakan nyamuk, begitu juga Dia tidak segan membuat perumpamaan dengan nyamuk, sebagaimana membuat perumpamaan dengan lalat dan laba-laba dalam firmanNya: ) Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya.
Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.( (Surah Al-Hajj) Allah juga berfirman: (Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (41) (Surah Al-Ankabut).
Mujahid berkata tentang firman Allah SWT: (Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu) bahwa maknanya yaitu bahwa perumpamaan yang kecil maupun yang besar, orang-orang mukmin tetap meyakini dan mengetahui bahwa itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka, dan Allah memberi mereka petunjuk dengan perumpamaan-perumpamaan itu. Qatadah berkata bahwa ayat (Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka) maknanya yaitu mereka mengetahui bahwa itu adalah kalam Allah dan itu dari sisiNya Hal yang serupa juga diriwayatkan dari Mujahid, Hasan, Ar-Rabi' bin Anas, dan lainnya Abu Al-'Aliyah berkata: bahwa yang dimaksud dalam (Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka) yaitu perumpamaan ini, sedangkan (tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?") sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Muddathir (Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri) (Surah Al-Muddatsir: 31) Dia juga berfirman pada ayat ini (Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk.
Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik) Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas berkata, mereka adalah orang-orang munafik. Sementara Abu Al-'Aliyah berkata maksud dari (Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik) adalah orang-orang munafik, demikian pula pendapat Ar-Rabi' bin Anas. Qatadah berkata, makna dari (Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik) adalah orang-orang yang berbuat fasik, lalu Allah menyesatkan mereka ke dalam kefasikan mereka.
Orang fasik dalam bahasa Arab adalah orang yang keluar dari ketaatan juga. Orang Arab berkata (fasaqa al-ruthbah) ketika buah kurma keluar dari kulitnya; dan karena itu yang dikatakan tentang tikus (tanah) ketika keluar dari liangnya untuk merusak (tanaman). Jadi istilah orang fasik mencakup orang kafir dan orang yang berbuat maksiat, tetapi kefasikan orang kafir lebih besar dan lebih tercela.
Sedangkan yang dimaksud dengan orang fasik dalam ayat ini adalah orang fasik yang kafir. Hanya Allah yang lebih mengetahui. Dalil yang menunjukkan bahwa Dia mendeskripsikan mereka yaitu dengan firmanNya, ((yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi.
Mereka itulah orang-orang yang rugi (27)) Ciri-ciri ini adalah ciri-ciri orang kafir yang berbeda dengan ciri-ciri orang beriman, sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Ar-Ra'd (Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?
Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran (19) (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian (20) dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk... (21)) sampai firmanNya (Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam) (25) (Surah Ar-Ra’d).
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna perjanjian yang diterangkan untuk orang-orang fasik itu. Beberapa mengatakan bahwa perjanjian itu adalah wasiat Allah kepada makhlukNya, yaitu perintahNya kepada mereka berupa ketaatan dan laranganNya kepada mereka berupa kemaksiatan yang terkandung dalam dalam kitab-kitabNya dan melalui lisan rasul-rasulNya. Lalu mereka melanggarnya dengan tidak melakukan hal tersebut.
Ulama’ lain berpendapat bahwa yang dimaksud yaitu perjanjian orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang munafik. Perjanjian dengaan Allah yang mereka langgar, yaitu janji yang ditetapkan oleh Allah atas mereka dalam Taurat berupa amalan yang terkaandung di dalamnya, mengikuti nabi Muhammad SAW ketika beliau diutus, mengimaninya dan apa yang dibawa olehnya dari Tuhan mereka. Mereka melanggar hal itu setelah mengetahuinya dengan mengingkari kebenarannya, menolaknya, dan menyembunyikan kebenaran itu dari orang-orang setelah Allah membuat perjanjian dengan mereka untuk menyatakan kebenaran itu kepada manusia, bukan menyembunyikannya.
Maka Allah memberitahukan bahwa mereka meninggalkan janji itu dan menjualnya dengan harga yang murah" Ini adalah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir, dan adalah pendapat Muqatil bin Hayyan. Ulama’ lain juga berpendapat bahwa ayat ini mencakup semua orang kafir, orang musyrik, dan orang munafik. Allah melakukan perjanjian dengan mereka untuk bertauhid kepadaNya dan menunjukkan bukti-bukti yang menunjukkan ketuhananNya.
Allah melakukan perjanjian dengan mereka terkait perintah dan laranganNya yang dijadikan hujjah oleh rasul-rasulNya berupa mukjizat-mukjizat yang tidak dapat disaingi oleh siapa pun, sebagai bukti atas kebenaran para rasulNya. Mereka meelanggaran dan menolak atas pemberitahuan yang telah dibuktikan kebenarannya, dan mendustakan para rasul dan kitab-kitabNya, meskipun mereka mengetahui bahwa apa yang disampaikan adalah benar. Diriwayatkan juga dari Muqatil bin Hayyan hal serupa.
Ini merupakan pendapat yang hasan. Pendapat ini juga diikuti oleh Az-Zamakhshari. Dia berkata, "Jika ditanya, apa yang dimaksud dengan perjanjian Allah?
Saya berkata: “Itu adalah perjanjian yang tertancap dalam pikiran mereka tentang tauhid, seolah-olah Dia mewasiatkan dan meneguhkan hal itu atas mereka". Itu adalah makna firman Allah, (dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami)( (Surah Al-A'raf: 172) ketika Allah telah membuat perjanjian atas mereka dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka, sebagaimana firmanNya, (dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu) (Surah Al-Baqarah: 40).
As-Suddi menyatakan dalam tafsirnya bahwa makna firman Allah,( (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh) adalah apa yang dijanjikan Allah kepada mereka dalam Al-Qur'an, mereka mengakuinya, kemudian mereka mengingkari dan melanggarnya. Dikatakan bahwa makna firman Allah SWT (dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya) adalah hubungan kekerabatan dan persaudaraan, sebagaimana yang ditafsirkan oleh Qatadah, seperti firman Allah, (Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (22)) (Surah Muhammad).
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Jarir. Dikatakan bahwa maknanya lebih umum dari itu, yaitu segala yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan dilakukan, telah diutusditinggalkan oleh mereka. Muqatil bin Hayyan mengatakan bahwa makna firman Allah, (Mereka itulah orang-orang yang rugi) maknanya yaitu (kerugian) di akhirat.
Ini sebagaimana firman Allah (orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).) Surah Ar-Ra'd: 25).
Ibnu Jarir berkata terkait firman Allah SWT (Mereka itulah orang-orang yang rugi) yaitu bahwa (khasirun) adalah bentuk jamak dari kata (khasir) Mereka adalah orang-orang yang membuat diri mereka merugi dari rahmat Allah karena kemaksiatan mereka, sebagaimana seorang pedagang akan mengalami kerugian dalam perniagaannya dengan meletakkan sebagian modalnya dalam sebuah transaksi penjualan. Begitu juga orang munafik dan orang kafir akan mengalami kerugian dengan menolak rahmat Allah yang diciptakan untuk hamba-hambaNya di hari kiamat, hari dimana mereka akan sangat membutuhkan rahmatNya. Dikatakan tentang itu yaitu seperti seseorang yang mengalami kerugian yang sangat besar, Seperti yang dikatakan oleh Jarir bin 'Athiyyah: Sungguh orang yang kurang ajar itu dalam kerugian, sesungguhnya mereka adalah keturunan bangsa yang telah menciptakan kesesatan"
Sumber: https://tafsirweb.com/283-surat-al-baqarah-ayat-27.html
Informasi Tambahan
Juz
1
Halaman
5
Ruku
4