الاحزاب (Al-Ahzab)
Surat ke-33, Ayat ke-5
اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
📚 Tafsir Al-Muyassar
Nasabkanlah anak-anak angkat kalian itu kepada bapak-bapak mereka. Itu lebih lurus dan lebih adil di sisi Allah. Bila kalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka yang sebenarnya, maka dalam kondisi itu panggillah mereka dengan dasar persaudaraan agama yang terjadi antara kalian, karena mereka adalah saudara-saudara kalian dan maula-maula kalian dalam agama.
Tiada dosa atas kalian atas kesalahan yang terjadi dari kalian tanpa kesengajaan, akan tetapi Allah akan menyiksa bila kalian sengaja melakukan hal itu. Allah Maha Pengampun bagi siapa yang salah, Maha Penyayang bagi siapa yang bertaubat dari dosanya.
Sumber: https://tafsirweb.com/7617-surat-al-ahzab-ayat-5.html
📚 Tafsir as-Sa'di
5. Kemudian Allah menegaskan kepada mereka untuk meninggalkan kondisi yang pertama yang mengandung perkataan batil, seraya berfirman, “Panggillah mereka,” maksudnya, anak-anak itu, “dengan memakai nama bapak-bapak mereka,” yang memperanakkkan mereka, “itulah yang lebih adil pada sisi Allah,” maksudnya, yang lebih adil, lebih lurus dan lebih berpetunjuk. “Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka,” yang sebenarnya, “maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu,” maksudnya, mereka adalah saudara-saudara kalian dalam agama Allah dan maula-maula kalian. Maka pergillah mereka dengan sebutan persaudaraan keimanan yang tulus dan maula-maula atas dasar itu.
Jadi, meninggalkan seruan dengan menyebut nama orang yang menjadikan mereka anak angkat adalah keniscayaan, tidak boleh dilakukan. Sedangkan memanggil mereka dengan menyertakan nama bapak kandung mereka, jika diketahui, maka hendaknya mereka melakukan demikian. Dan jika mereka tidak mengetahuinya maka cukuplah memanggil mereka (dengan nama) yang telah dikenal pada mereka, yaitu saudara seagama dan hubungan maula.
Maka jangan kalian mengira bahwa kondisi di mana kalian tidak mengetahui bapak kandung mereka menjadi nalasan bagi kalian untuk memanggil nmereka dengan nama orang yang menjadikan mereka anak angkat; sebab sesuatu yang dilarang tidak akan gugur disebabkan hal tersebut. “Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf terhadapnya” secara tidak sengaja lidah salah seorang kalian memanggil mereka dengan nama orang yang menjadikannya sebagai anak angkat. Hal seperti ini tidak ada sanksi hukumnya; atau dia mengetahui ayahnya secara zahir lalu dia memanggilnya dengan menyertakan namanya, padahal sesungguhnya secara batin dia bukan bapaknya, maka tidak ada dosa baginya dalam hal seperti itu apabila terjadi khilaf (dan tidak sengaja). “Tetapi” DIa akan menghukum kalian disebabkan perkataan yang dilarang namun disengaja oleh hati kalian, “dan Allah Maha Pengampun lagiMaha Penyayang.” Dia mengampuni dan merahmati kalian; yang mana Dia tidak menghukum kalian atas apa yang sudah berlalu, dan Dia memaafkan kalian atas sesuatu yang tidak sengaja kalian ucapkan, dan Dia berbelas-kasih kepada kalian, di mana DIa menjelaskan kepada kalian hukum-hukum (aturan-aturanNYa) yang dapat memperbaiki agama dan dunia kalian. Maka segala puji bagiNYa.
Sumber: https://tafsirweb.com/7617-surat-al-ahzab-ayat-5.html
📚 Tafsir Al-Wajiz
5. Nasabkanlah anak-anak kalian pada wali-wali mereka yang sebenarnya secara nasab, bukan kepada orang yang mengangkat anak, maka seorang anak dinasabkan kepada walinya yang asli adalah merupakan keadilan hukum, jika kalian tidak mengetahui wali mereka, maka saudara-saudara kalian seagamalah yang menjadi wali, dan kalian tidak menanggung dosa atas apa kejadian yang telah lalu, tetapi kalian bersalah dan berdosa ketika kalian dengan sengaja menasabkan mereka kepada yang bukan wali asli mereka, dan Allah Maha Pengampun bagi hambaNya yang bersalah, Maha Pengasih terhadap hambaNya yang bertaubat
Sumber: https://tafsirweb.com/7617-surat-al-ahzab-ayat-5.html
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)
Ayat 4-5 Allah SWT berfirman dalam pendahuluan sebelum mengemukakan maksud yang dikehendaki, seraya mengemukakan perkara yang dimaklumi dan dirasa, bahwa sebagaimana tidak mungkin bagi seseorang memiliki dua hati dalam rongganya, maka tidak mungkin bagi istri yang dizihar oleh seseorang melalui ucapannya,"Kamu bagiku seperti punggung ibuku" sebagai ibunya. Demikian itu, tidak mungkin terjadi seorang anak angkat menjadi anak kandung seseorang yang mengambilnya sebagai anak angkat. Maka Allah SWT berfirman: (Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu) sebagaimana firmanNya: (padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka) (Surah Al-Mujadilah: 2).
Firman Allah SWT: (dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu) Ini adalah yang dimaksud dengan penafian. Sesungguhnya ayat ini diturunkan tentang Zaid bin Haritsah, maula Nabi SAW Dahulu Nabi SAW mengangkatnya sebagai anak sebelum beliau menjadi nabi, dan dahulu dia dikenal dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Maka Allah berkehendak akan menghapuskan penisbatan ini dengan firmanNya: (dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu) Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam pertengahan surah: (Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lelaki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (40)) (Surah Al-Ahzab) Allah SWT berfirman di sini: (Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja) yaitu pengangkatan anak oleh kalian hanyalah dalam sebutan belaka yang tidak menjadikan anak itu sebagai anak kandung karena dia diciptakan dari sulbi orang lain.
Dan tidak mungkin bagi anak itu mempunyai dua orang ayah, sebagaimana tidak mungkin bagi seorang manusia mempunyai dua hati. (Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)) Sa'id bin Jubair berkata tentang firmanNya: (Dia mengatakan yang sebenarnya) yaitu keadilan Qatadah berkata tentang firmanNya: (dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)) yaitu jalan yang lurus Abdurrazzaq berkata,”Ma'mar telah bercerita kepada kami, dari Az-Zuhri tentang firmanNya: (Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya) dia berkata,”Telah sampai kepada kami, bahwa hal itu tentang Zaid bin Haritsah. Dibuatkan baginya suatu perumpamaan, bahwa bukanlah anak orang lain itu adalah anakmu Demikian juga dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid, bahwa ayat ini diturunkan tentang Zaid ibnu Haritsah. Pendapat ini sesuai dengan apa yang telah kami kemukakan tafsirnya.
Hanya Allah yang lebih Mengetahui. Firman Allah SWT: (Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah) Ini adalah perintah yang menasakh apa yang biasa berlaku di permulaan Islam yang membolehkan memanggil anak angkat sebagai anak sendiri. Allah SWT memerintahkan kepada mereka agar mengembalikan nisbat anak-anak angkat kepada bapaknya.
Hal ini merupakan suatu keadilan dan tindakan yang baik Diriwayatkandari Abdullah bin Umar yang mengatakan bahwa sesungguhnya Zaid bin Haritsah maula Rasulullah SAW dengan sebutan Zaid bin Muhammad, sampai turunnya ayat: (Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah) Dahulu mereka memperlakukan dalam semua keadaan anak-anak angkat itu sebagaimana mereka memperlakukan anak-anak kandung sendiri dengan mahram dan hal lain. Oleh karena itu Sahlah binti Suhail, istri Abu Hudzaifah bertanya,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami terbiasa memanggil Salim sebagai anak sendiri, sedangkan Allah menurunkan wahyu yang menjelaskan hukumnya, sesungguhnya dia terbiasa masuk menemuiku, dan sesungguhnya aku mempunyai perasaan bahwa Abu Hudzaifah merasa tidak enak dengan hal itu" Maka Nabi SAW bersabda:”Susuilah dia, maka kamu menjadi mahramnya!” Setelah adanya yang menasakh hukum ini, maka Allah membolehkan seseorang mengawini bekas istri anak angkatnya; Rasulullah SAW mengawini Zainab binti Jahsy yang telah diceraikan oleh Zaid bin Haritsah. Allah SWT berfirman: (supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya) (Surah Al-Ahzab: 37) Allah SWT berfirman dalam surah tentang mahram: ((dan diharamkan bagimu) mengawini istri-istri anak kandungmu) (Surah An-Nisa: 23) Sebagai pengecualian dari istri anak angkat, karena anak angkat bukan dari tulang sulbinya.
Adapun tentang anak persusuan, maka dia berkedudukan sebagaimana anak dari tulang sulbi sesuai syariat melalui sabda Rasulullah SAW dalam hadits Bukhari Muslim:”Jadikanlah mahram karena persusuan sebagaimana kemahraman yang terjadi karena nasab” Adapun pengakuan anak orang lain sebagai anak karena memuliakan atau karena sayang, maka hal ini bukan termasuk hal yang dilarang oleh ayat ini Firman Allah: (Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka) tentang Zaid bin Haritsah. Dia telah mati dalam perang Mu'tah pada tahun kedelapan Hijriah. Juga dalam hadits shahih Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah memanggilnya,”Wahai Anakku" Firman Allah SWT: (dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu) Allah SWT memerintahkan agar mengembalikan nisbat anak-anak angkat kepada bapak mereka, jika bapak-bapak mereka diketahui.
Jika bapak-bapak mereka tidak diketahui, maka mereka adalah saudara-saudara seagama dan maula-maula mereka, yaitu pengganti dari nisbat nasab mereka yang tidak diketahui. Oleh karena itu saat kembalinya Rasulullah SAW dari Makkah pada tahun menunaikan umrah qada’, lalu mereka diikuti oleh anak perempuan Hamzah yang menyeru, "Wahai paman, wahai paman, aku ikut!" Lalu Ali menggendongnya dan berkata kepada Fatimah,"Peliharalah anak pamanmu ini" lalu Fatimah menggendongnya. Maka bertengkarlah memperebutkannya Zaid dan Ja'far tentang siapa yang berhak memeliharanya.
Masing-masing mengemukakan alasannya. Ali berkata, "Aku lebih berhak karena dia adalah anak pamanku" Zaid berkata, "Dia adalah anak saudaraku" Ja'far bin Abu Thalib berkata, "Dia anak perempuan pamanku dan bibinya menjadi istriku" yaitu Asma binti ‘Umais. Maka Nabi SAW memutuskan bahwa anak perempuan itu di bawah asuhan bibinya, dan Nabi SAW bersabda:”Bibi sama kedudukannya dengan ibu” Kemudian Nabi SAW bersabda kepada Ali: “Engkau termasuk keluargaku, dan aku termasuk keluargamu” dan bersabda kepada Ja'far: “Rupa dan akhlakmu menyerupaiku” Nabi SAW bersabda kepada Zaid bin Haritsah: “Kamu adalah saudara kami dan maula kami” Oleh karena itu Allah SWT berfirman: (Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah; dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu) Kemudian Allah SWT berfirman: (Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya) yaitu apabila kalian menisbatkan sebagian mereka bukan kepada ayah yang sebenarnya karena keliru setelah berijtihad dan berusaha sebisamu, maka sesungguhnya Allah SWT menghapuskan dosa kekeliruan itu, sebagaimana yang ditunjukkan Allah dalam firmanNya yang memerintahkan kepada para hambaNya agar mereka mengucapkan: (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah) (Surah Al-Baqarah: 286) Allah SWT berfirman di sini: (Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) yaitu sesungguhnya dosa itu adalah sengaja melakukan perbuatan bathil, sebagaimana Allah SWT berfirman: (Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah)) (Surah Al-Maidah: 89)
Sumber: https://tafsirweb.com/7617-surat-al-ahzab-ayat-5.html
Informasi Tambahan
Juz
21
Halaman
418
Ruku
361