ص (Sad)
Surat ke-38, Ayat ke-1
صۤ ۗوَالْقُرْاٰنِ ذِى الذِّكْرِۗ
Shad, demi Al-Qur'an yang mengandung peringatan.
📚 Tafsir Al-Muyassar
1-2 (shad) pembicaraan tentang huruf-huruf yang terpisah-pisah (diawal surat seperi ini) telah hadir di awal surat al-baqarah. Allah swt bersumpah dengan al-qur’an yang berisi tentang peringatan manusia dari apa-apa yang mereka lalaikan. tetapi orang-orang kafir itu justru menyombongkan diri di depan kebenaran dan menyimpang darinya.
Sumber: https://tafsirweb.com/8487-surat-shad-ayat-1.html
📚 Tafsir as-Sa'di
1. Ini adalah penjelasan dari Allah perihal al-Quran dan perihal orang-orang yang mendustakannya dan mendustakan orang yang datang membawanya, seraya berfirman, “Shad, demi al-quran yang mempunyai keagungan.” Yakni, yang mempunyai kedudukan yang agung dan kemuliaan, yang mengingatkan manusia akan segala apa yang mereka butuhkan, seperti pengetahuan tentang nama-nama Allah, sifat-sifatNya dan perbuatan-perbuatanNya, dan seperti pengetahuan tentang hukum-hukum syariatNya serta pengetahuan tentang hukum-hukum di akhirat kelak dan pembalasan. Jadi, al-Quran itu mengingatkan mereka tentang prinsip-prinsip dan cabang-cabang agama mereka.
Dan di sini tidak diperlukan penyebutan apa yang disumpahkan, karena pada hakikatnya yang digunakan bersumpah dan yang disumpahkan adalah satu (sama), yaitu al-Quran yang disifati dengan sifat yang mulia ini.
Sumber: https://tafsirweb.com/8487-surat-shad-ayat-1.html
📚 Tafsir Al-Wajiz
1. Shaad, salah satu huruf hijaiyah sebagai peringatan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Allah bersumpah demi Alquran yang mengandung peringatan atau bermakna kemuliaan yang agung, karena mengandung penjelasan tentang segala sesuatu.
Sumpah atas Alquran untuk menyebutkan keagungan kekuasaan-Nya
Sumber: https://tafsirweb.com/8487-surat-shad-ayat-1.html
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)
Ayat 1-3 Adapun penjelasan tntang huruf-huruf hijaiyyah ini telah disebutkan dalam permulaan surah Al-Baqarah dengan keterangan yang tidak perlu diulangi lagi di sini. Firman Allah SWT: (demi Al-Qur'an yang mempunyai keagungan) yaitu Al-Qur'an yang mengandung peringatan bagi hamba-hambaNya dan manfaat bagi kehidupan mereka di dunia dan di hari kiamat. Adh-Dhahhak berkata tentang firmanNya, ("Dzidz-dzikr") sebagaimana firmanNya: (Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu) (Surah Al-Anbiya’: 10) yaitu peringatan bagi kalian.
Demikian juga dikatakan Qatadah dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, Ismail bin Abu Khalid, Abu Hushain, dan As-Suddi berkata tentang firmanNya, ("Dzidz-dzikr") bahwa maknanya adalah yang mempunyai kemuliaan yaitu memiliki kedudukan. Tidak ada pertentangan di antara kedua pendapat itu, karena memang sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia yang di dalamnya terkandung peringatan, alasan, dan pelajaran.
Para ulama berbeda pendapat tentang jawab dari qasamnya, sebagian dari mereka berkata bahwa itu adalah firman Allah SWT: (Semua mereka itu tidak lain hanyalah mendustakan rasul-rasul, maka pastilah (bagi mereka) azabKu (14)) (Surah Shad) Dikatakan bahwa jawab qasamnya adalah firman Allah SWT: (Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, (yaitu) pertengkaran penghuni neraka (64)) (Surah Shad) Kedua pendapat ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dan pendapat yang kedua ini jauh dari kebenaran, dan dianggap lemah oleh Ibnu jarir.
Qatadah berkata bahwa jawab qasamnya adalah: (Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit (2)) Pendapat ini dipilih Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari sebagian ahli bahasa yang berkata bahwa jawab qasamnya adalah (Shad) yang maknannya benar dan hak (demi Al-Qur'an yang mempunyai keagungan) Dikatakan juga bahwa jawabnya adalah apa yang terkandung di dalam konteks surah secara keseluruhan, hanya Allah yang lebih Mengetahui. Firman Allah SWT: (Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit (2)) yaitu sesungguhnya di dalam Al-Our'an ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mau menerima peringatan dan menjadi pelajaran bagi orang yang mau menjadikannya sebagai pelajaran, dan sesungguhnya yang tidak mau mengambil manfaat darinya hanyalah orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka selalu berada (di dalam kesombongan) yaitu sombong tidak mau menerimanya, (permusuhan yang sengit) yakni sangat menentang, mengingkari dan memusuhinya.
Kemudian Allah SWT menakuti mereka dengan memberitahukan bahwa Dia telah membinasakan para umat berdusta sebelum mereka karena mereka menentang para rasul dan mendustakan kitab-kitab yang diturunkan dari langit. Maka Allah SWT berfirman: (Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan) yaitu, umat-umat yang mendustakan (lalu mereka meminta tolong) yaitu pada saat azab datang menimpa mereka, mereka meminta tolong dan menyeru kepada Allah SWT, tetapi hal itu tidak bermanfaat sedikitpun bagi mereka, sebagaimana Allah SWT berfirman: (Maka tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka lari tergesa-gesa darinya (12)) (Surah Al-Anbiya) yaitu melarikan diri (Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya (13)) (Surah Al-Anbiya’) Diriwayatkan dari At-Tamimi, dia berkata,”Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang firmanNya: (lalu mereka meminta tolong, padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri) dia berkata yaitu bukan saatnya berseru, bukan pula melarikan diri.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa maknanya adalah bukan saatnya meminta tolong. Mujahid berkata tentang firmanNya: (Lalu mereka meminta tolong, padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri) yaitu bukan saatnya untuk melarikan diri, bukan pula taubat diperkenankan. Kata “Laata” adalah “la” nafi, lalu ditambahkan huruf “ta’”, sebagaimana huruf “ta’” ditambahkan pada kata “Tsummata” dan pada “rubba” dan mereka menyebutnya “rubbata”.
Huruf ini bukan dari asalnya, dan boleh dilakukan waqaf terhadapnya. Di antara mereka ada yang meriwayatkan dari Mushaf Al-Imam menurut apa yang disebutkan Ibnu Jarir, bahwa huruf “ta” itu menyatu dengan kata “hiina”, maka bentuknya “wa laa tahini manaashin” dan pendapat yang terkenal adalah yang pertama. Kemudian mayoritas ulama membaca nashab pada kata “hiina” yang dan bentuknya adalah “wa laisal hiinu hiina manaashin” (padahal saat itu bukanlah saat untuk melepaskan diri).
Di antara mereka ada yang membolehkan menashabkannya dengan dikuatkan dengan syair: “Engkau teringat akan cinta Laila, padahal bukan saatnya untuk bercinta dan uban telah menjadi pemutus hubungan” Oleh karena itu Allah SWT berfirman: (padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri) yaitu saat itu bukanlah saat untuk melarikan diri dan pergi dari azab
Sumber: https://tafsirweb.com/8487-surat-shad-ayat-1.html
Informasi Tambahan
Juz
23
Halaman
453
Ruku
391