اٰل عمران (Ali 'Imran)
Surat ke-3, Ayat ke-161
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.
📚 Tafsir Al-Muyassar
Dan tidak pantas seorang nabi mengkhianati sahabat-sahabatnya dengan mengambil bagian dari harta rampasan selain apa yang Allah khususkan baginya. Dan barangsiapa melakukannya dari kalian,niscaya dia akan datang pada hari kiamat dengan memikul apa yang diambilnya itu,untuk dipermalukan dengan hal itu di tempat yang disaksikan seluruh makhluk. Kemudian tiap-tiap jiwa akan diberi balasan atas apa yang diusahakannya dengan penuh tanpa dikurangi dan dizhalimi.
Sumber: https://tafsirweb.com/1293-surat-ali-imran-ayat-161.html
📚 Tafsir as-Sa'di
161. Berkhianat adalah menyembunyikan harta ghanimah dan berhianat kepada setiap harta yang di pegang oleh seseorang, ghulul ini dalah haram menurut ijma bahkan ia termasuk dalam dosa besar, sebagai mana yang di tunjukan oleh ayat yang mulia tersebut dan ayat-ayat lainnya dari nash-nash yang ada. Allah mengabarkan bahwasanya tidaklah patut dan tidak mungkin seorang Nabi itu melakukan khianat, karena berhianat itu sebagaimana yang telah anda ketahui termasuk dosa-dosa yang besar dan sejahat-jahatnya Aib.
Sungguh Allah telah memleihara para nabinya dari segala hal yang mengotori dan menjatuhkan mereka, dan dia menjadikan mereka orang-orang yang terbaik akhlaknya di seluruh alam dan orang yang paling bersih jiwanya. Allah membersihkan, membaikan, dan menyucikan mereka sebagai tempat risalahnya dan kandungan hikmahnya "Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan" -Al an’am : 124- Seorang hamba itu hanya cukup dengan mengetahui salah seorang dari mereka para nabi. niscaya dia akan memastikan keselamatan mereka dari setiap hal yang membuat mereka tercela, dan tidaklah di butuhkan dalil bantahan atas celaan yang dikatakan mereka dari musuh-musuh mereka. Karena pengetahuanya tentang kenabian mereka menuntut harusnya ada penolakan terhadap hal itu.Kemudian Allah membuat ancaman bagi orang yang berbuat khianat dalam firmanya, ”Barangsiapa bekhianat dalam urusan barang rampasan itu, maka pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa sesuatu yang dikhianatkanya itu Maksudnya pembawa ghanimah itu membawanya dengan cara memikulnya di atas punggungnya, baik harta itu berupa hewan maupun barang atau selainya, dimana ia akan disiksa denganya pada hari kiamat. “Kemudian tiap-tiap diri akan di beri pembalasan tentang apa yang dia kerjakan pembalsan setimpal,” seorang yang berkhianat atau orang lain, masing-masing akan di berikan ganjaran atas dosanya, seukuran apa yang dikerjakanya, ”sedang mereka tidak dianiaya" maksudnya, tidak di tambah kejelekan mereka dan tidak pula mengurang sedikitpun kebaikan mereka.
Simaklah dengan baik perlindungan proteksi yang terkandung dalam ayat yang mulia tersebut, ketika Allah menyebutkan hukuman bagi orang-orang yang berkhianat, dan bahwa dia akan datang pada hari kiamat dengan membawa harta yang dikhianatinya itu, dan ketika Allah akan menyebutkan tentang balasannya. Tindakan Allah membatasi kepada pelaku ghulul mengisyaratkan bahwa selain orang tersebut dari berbagai pelaku kejahatan lainya, terkadang tidak di penuhi balasannya, maka Allah menyebutkanya dengan lafadz yang umum yang meliputi semua orang yang bekhianat dan selainya.
Sumber: https://tafsirweb.com/1293-surat-ali-imran-ayat-161.html
📚 Tafsir Al-Wajiz
161 Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang dengan mengambil bagian sebelum membaginya. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu untuk dihisab, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan pembalasan yang setimpal, sedang mereka tidak dianiaya sedikitpun berupa pengurangan pahala maupun penambahan siksa. Ibnu Abbas berkata bahwa ayat ini turun tentang Quthaifah Hamra, yang hilang ketika perang Badar, sebagian orang berkata bahwa mungkin rasul lah yang telah mengambilnya.
Maka turunlah ayat ini
Sumber: https://tafsirweb.com/1293-surat-ali-imran-ayat-161.html
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)
Ayat 159-164 Allah SWT berfirman seraya berbicara kepada RasulNya dan menambahkan atas dirinya dan orang-orang yang mukmin dalam apa yang telah mengendap dalam hatinya terhadap umatnya yang mengikuti perintahnya, yang meninggalkan larangannya, dan Dia memberikan kata-kata yang lembut kepada mereka: (Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka) yaitu hal apa yang membuat kamu bersikap lembut kepada mereka, kalau bukan karena rahmat Allah terhadapmu dan mereka. Qatadah berkata terkait firmanNya (Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka) yaitu bahwa karena rahmat Allahlah yang membuat kamu bersikap lembut kepada mereka. Huruf “maa” adalah “shilah”.
Bangsa Arab menghubungkannya dengan isim ma’rifah, sebagaimana firman Allah: (Fa bimaa naqdhihim miitsaaqahum) (Surah An-Nisa, 155), dan dengan isim nakirah sebagaimana dalam firmanNya (‘amma qaliil) Demikian juga Allah berfirman di sini (Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka) yaitu disebabkan rahmat dari Allah Hasan Al-Bashri berkata: “Ini adalah akhlak nabi Muhammad SAW yang diutus oleh Allah dengan hal itu” Kemudian Allah SWT berfirman: (Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu) Maksud dari kata bersikap keras di sini adalah kata-kata yang kasar, sesuai dengan firmaan setelahNya (lagi berhati kasar) yaitu jika ucapanmu kasar, maka hatimu akan keras keras terhadap mereka dan mereka akan menjauh darimu dan meninggalkanmu.
Akan tetapi Allah telah mengumpulkan mereka di sekitarmu, dan menjadikanmu lembut terhadap mereka untuk meneguhkan hati mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Amr bahwa dia melihat sifat Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu: bahwa dia bukanlah orang yang kasar, keras, berbuat gaduh di pasar-pasar, dan membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dia akan memaafkan. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: (Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu) Demikian juga Rasulallah SAW biasa bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam suatu urusan, ketika beliau berbicara dengan lembut untuk memberi ketenangan hati mereka, sehingga mereka lebih tekun dalam melakukan apa yang akan mereka lakukan. Sebagaimana ketika Rasulullah SAW bermusyawarah dengan mereka terkait pergi ke suatu tempat Mereka berkata, “Ya Rasulullah, Seandainya engkau menghadapkan kami ke lautan ini, kami akan mengikutimu.
Jika engkau berjalan dengan kami menuju telaga yang dalam, maka kami akan mengikutimu, Kami tidak akan mengatakan sesuatu yang dikatakan oleh kaum nabi Musa kepadanya: “Pergilah kamu dan Tuhanmu, lalu berperanglah. Kami akan menunggu di sini.” Tetapi kami akan berkata, “Pergilah, kami akan bersamamu, dan berada di sebelah depan, kanan, dan kirimu”. Rasulullah SAW juga bermusyawarah dengan mereka terkait tempat untuk tinggal, sehingga dia menyarankan kepada Mundzir bin Amr Al-Mu’taq untuk mati dengan maju menghadang musuh.
Rasulullah SAW juga bermusyawarah dengan mereka terkait perang Uhud apakah mereka akan menunggu di Madinah atau keluar melawan musuh. Mayoritas mereka menyarankan untuk keluar menghadapi musuh, dan Rasulullah SAW bermusyawarah dengan mereka terkait peperangan dan urusan lainnya. Firman Allah SWT: (Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah) yaitu ketika kamu bermusyawarah dalam suatu perkara dan membulatkan tekad atas perkara itu, maka bertawakallah kepada Allah dalam hal itu. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya) Firman Allah (Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?
Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal (160)) Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dari firmanNya: (Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) (Surah Ali Imran: 126).
Kemudian Dia memerintahkan mereka untuk bertawakkal kepadaNya, lalu Dia berfirman: (hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal) Firman Allah SWT: (Tidak mungkin seorang nabi berkhianat) Ibnu Abbas, Mujahid, Hasan, dan yang lainnya berkata: “Tidak patut bagi seorang nabi berkhianat” Ini adalah pembebasan bagi beliau SAW dari segala bentuk khianat dalam menjalankan amanah, pembagian harta rampasan, dan lain sebagainya. Kemudian Allah SWT berfirman: (Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya) Ini adalah ancaman yang sangat keras dan peringatan yang tegas, dan telah disebutkan dalam hadits yang tentang larangan melakukan hal tersebut. Dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Sa'id bin Zaid, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang berbuat zalim (dengan mengambil) sejengkal tanah, maka Allah akan mengalungkan di lehernya tujuh lapis bumi pada hari kiamat” Firman Allah: (Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam?
Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali (162)) yaitu tidaklah sama orang yang mengikuti keridhaan Allah dalam apa yang telah Dia syariatkan, maka dia pantas mendapatkan keridhaanNya yang agung dan pahala yang melimpah, serta dijauhkan dari siksaanNya yang berat. Adapun orang yang pantas mendapat murka Allah dan dihukum olehNya, maka tidak ada tempat menghindar dariNya, dan tempat kembali baginya pada hari kiamat adalah neraka Jahannam, seburuk-buruknya tempat kembali. Terkait hal ini terdapat dalam berbagai ayat dalam Al-Qur'an, sebagaimana firmanNya: (Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?) (Surah Ar-Ra'd: 19), dan (Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi; kemudian dia pada hari kiamat termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)? (61)) (Surah Al-Qashash).
Kemudian Allah SWT berfirman: ((Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah) Hasan Al-Bashri dan Muhammad bin Ishaq berkata,”Maknanya adalah beberapa derajat bagi orang yang melakukan kebaikan dan orang yang melakukan keburukan. Abu 'Ubaidah dan Al-Kisa'i berkata bahwa maknanya adalah beberapa tempat, yaitu mereka dipisah-pisah dalam tingkatan dan kedudukan (tinggi) di surga dan kedudukan (rendah) di neraka, sebagaimana firman Allah SWT: (Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya…) (Surah Al-An’am: 132).
Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: (dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan) yaitu Dia akan membalas mereka dengan adil, sehingga Dia tidak akan menganiaya mereka dengan kebaikan dan tidak menambahkan kepada mereka dengan kejahatan, melainkan Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalnya. Firman Allah SWT (Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri) yaitu dari kalangan mereka sendiri agar mereka dapat berbicara dengannya, duduk dengannya, dan mengambul manfaat darinya. Sebagaimana Allah SWT berfirman: (Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri) (Surah Ar-Rum: 21) yaitu dari kalangan kalian, dan Allah SWT berfirman: (Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa") (Surah Al-Kahfi: 110).
Ini adalah bukti yang jelas atas pemberian Allah bahwa RasulNya yang diutus untuk mereka berasal dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka bisa berbicara dengannya, merenungkan ajaran-ajarannya, Oleh karena itu Allah SWT berfirman: (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah) yaitu Al-Qur’an (membersihkan (jiwa) mereka) yaitu memerintahkan mereka untuk berbuat baik dan melarang dari perbuatan yang munkar. untuk membersihkan jiwa mereka dan membersihkan mereka dari kotoran yang mereka lakukan ketika mereka masih dalam keadaan musyrik dan jahiliyyah. (dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah) yaitu AL-Qur’an dan Sunnah (Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu) yaitu sebelum adanya rasul ini (mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata) yaitu dalam kesesatan dan kebodohan yang nyata dan jelas bagi setiap orang
Sumber: https://tafsirweb.com/1293-surat-ali-imran-ayat-161.html
Informasi Tambahan
Juz
4
Halaman
71
Ruku
58