Kembali ke Surat Al-Mujadalah

المجادلة (Al-Mujadalah)

Surat ke-58, Ayat ke-2

اَلَّذِيْنَ يُظٰهِرُوْنَ مِنْكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕهِمْ مَّا هُنَّ اُمَّهٰتِهِمْۗ اِنْ اُمَّهٰتُهُمْ اِلَّا الّٰۤـِٔيْ وَلَدْنَهُمْۗ وَاِنَّهُمْ لَيَقُوْلُوْنَ مُنْكَرًا مِّنَ الْقَوْلِ وَزُوْرًاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ

Orang-orang di antara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.

📚 Tafsir Al-Muyassar

Orang-orang yang menzhihar istri-istri mereka di antara kalian, di mana suami berkata kepada istrinya, “Kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”, yakni, dalam pengharaman pernikahan, maka mereka telah durhaka kepada Allah dan menyelisihi Syariat-Nya. Istri-istri mereka sejatinya bukanlah ibu-ibu mereka, akan tetapi istri-istri mereka. Ibu-ibu mereka adalah wanita-wanita yang melahirkan mereka.

Sesungguhnya orang-orang yang melakukan zhihar benar-benar mengatakan sesuatu yang dusta dan buruk, dan tidak benar. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Pengampun kepada siapa yang melakukan penyimpangan lalu segera bertaubat nashuha.

Sumber: https://tafsirweb.com/10756-surat-al-mujadalah-ayat-2.html

📚 Tafsir as-Sa'di

2. “Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu-ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.” Menzhihar istri adalah, seorang suami berkata kepada istrinya, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku,” atau wanita mahram lain selain ibu, atau dengan mengatakan “Engkau haram bagiku.” Kata-kata yang biasa digunakan ketika menzhihar istri adalah dengan menyebut “punggung”. Karena itulah Allah menyebut zhihar seraya berfirman, “Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya).” Maksudnya bagaimana mereka mengucapkan kata-kata yang mereka sendiri tahu tidak ada kenyataannya yang menyamakan istri dengan ibu yang melahirkan mereka?

Karena itulah Allah membesarkan masalah ini serta mencelanya seraya berfirman, “Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta.” Maksudnya, perkataan keji dan dusta. “Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” Dari berbagai penentangan yang mereka lakukan kemudian disusul dengan taubat yang sungguh-sungguh.

Sumber: https://tafsirweb.com/10756-surat-al-mujadalah-ayat-2.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

2. Orang-orang yang mendhihar istri-istrnya dengan perkataan: Kamu (istri) bagiku seperti punggung ibuku. Maka Khaulah mengharamkan dirinya untuk (digauli) oleh suaminya/ Karena dhihar adalah bentuk talak yang telak dalam tradisi Arab Jahiliyyah.

Kamu orang-orang Arab ada yang berkata kepada istrinya, sambil menjauhi istrinya. Hal seperti ini adalah kebiasaan yang tercela. Para istri mereka tidak patut sama sekali disamakan dengan ibu suami mereka.

Perkataan itu adalah dusta mereka. Ibu tidak lain adalah orang yang melahirkan mereka. Dengan menyamakan istri mereka dengan ibu mereka sendiri berarti mereka telah melakukan dhihar.

Dengan itu, perkataan mereka benar-benar dusta dan mengingkari syariat. Adapun Allah Maha Pengampun dan Pemberi Maaf bagi orang-orang yang bertaubat dan melaksanakan kebaikan sebagai tebusan perbuatan buruk

Sumber: https://tafsirweb.com/10756-surat-al-mujadalah-ayat-2.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Ayat 2-4 Firman Allah SWT: (Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu) Kata “Azh-zhihar” berasal dari “Azh-zhahar”, Dahulu di masa Jahiliyah apabila seseorang dari mereka menzihar istrinya, maka dia mengatakan kepada istrinya, "Kamu menurutku sama dengan punggung ibuku". Kemudian menurut syariat zihar ini bisa diberlakukan terhadap anggota tubuh lainnya secara kiasan. Dahulu di masa Jahiliyah zihar dianggap sebagai talak, kemudian Allah SWT memberi keringanan bagi umat ini dan menjadikan kifarat bagi tindakan ini.

Dia tidak menjadikannya sebagai talak, sebagaimana yang mereka yakini di masa Jahiliyah. Demikian juga dikatakan oleh banyak ulama Salaf. Firman Allah SWT: (padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka) yaitu seorang wanita tidaklah menjadi seorang ibu bagi seorang lelaki yang mengatakan kepadanya, "Kamu bagiku seperti punggung ibuku, atau kamu mirip ibuku" sesungguhnya ibu lelaki itu hanyalah wanita yang melahirkannya.

Oleh karena itu Allah SWT berfirman: (Dan sesungguhnya mereka benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta) yaitu, ucapan yang keji dan batil (Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun) yaitu terhadap apa yang telah kalian kerjakan di masa Jahiliyah. Demikian juga kata-kata yang keluar dari lisan tanpa disengaja oleh orang mengatakannya Firman Allah SWT: (Dan orang-orang yang men-zihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan) Ulama Salaf dan para imam berbeda pendapat tentang yang dimaksud firmanNya: (kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan) Sebagian ulama berkata bahwa yang dimaksud dengan (kembali) adalah kembali mengulangi kata ziharnya, tetapi ini adalah pendapat yang batil. Pendapat ini dipilih Ibnu Hazm dan pendapat Daud yang diriwayatkan oleh Abu Umar bin Abdul Bar, dari Bukair bin Al-Asyaj dan Al-Farra’, serta segolongan ulama ilmu kalam .

Imam Syafii berkata bahwa makna yang dimaksud adalah hendaknya dia tetap memegang istrinya setelah menzihar-nya selama suatu masa yang memungkinkan baginya dalam masa itu menjatuhkan talak, tetapi dia tidak menalaknya. Imam Ahmad bin Hambal berkata, makna yang dimaksud adalah jika dia hendak kembali berjimak dengan istri yang telah dia zihar, atau bertekad melakukannya, maka istrinya itu tidak halal baginya sampai dia membayar kifarat ziharnya. Ibnu Lahi'ah berkata telah bercerita kepadaku ‘Atha’, dari Sa' id bin Jubair tentang makna firmanNya: ( kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan) yaitu mereka bermaksud akan menyetubuhi istri-istri mereka yang telah mereka haramkan atas diri mereka.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firmanNya: (sebelum kedua suami istri itu bercampur) yang dimaksud dengan bercampur adalah nikah. DIriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menzihar istriku, lalu aku menyetubuhinya sebelum aku membayar kifaratnya" Rasulullah SAW bertanya, "Apakah yang mendorongmu melakukan hal itu? Semoga Allah merahmatimu" Lelaki itu menjawab,"Aku melihat kemilau gelang kakinya yang terkena sinar rembulan" Rasulullah SAW bersabda: Jangan kamu dekati dia sampai kamu kerjakan apa yang telah diperintahkan Allah SWT kepadamu” Firman Allah SWT: (maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak) yaitu memerdekakan seorang budak secara utuh, sebelum dia menggauli istri yang dia zihar.

Di sini budak tidak berklaitan dengan keimanan, sedangkan di dalam kifarat membunuh maka berkaitan dengan keimanan. Maka Imam Syafii menakwilkan kemutlakan dalam ayat ini, bahwa itu berkaitan dengan pengertian budak yang ada pada kifarat pembunuhan; mengingat yang dilakukan sama, yaitu memerdekakan budak. dia mendukung pendapatnya ini dengan hadits yang diriwayatkan Imam Malik dengan sanadnya, dari Mu'awiyah bin Al-Hakam As-Sulami tentang kisah seorang budak perempuan berkulit hitam, bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Merdekakanlah dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita yang beriman” Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits ini dalam kitab musnadnya, dan Imam Muslim di dalam kitab shahihnya. Firman Allah SWT: (Demikianlah yang diajarkan kepadamu) yaitu kalian diperingatkan dengan itu (dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) yaitu Maha mengetahui semua yang baik dan sesuai dengan keadaan kalian.

Firman Allah SWT: (Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin) Telah dijelaskan hadits-hadits yang memerintahkan hal ini secara tertib, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim tentang kisah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dalam bulan Ramadhan. (Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul­-Nya) yaitu, Kami memerintahkan demikian itu agar agar demikian. Firman Allah SWT: (Dan itulah hukum-hukum Allah) yaitu hal-hal yang diharamkan, maka janganlah melanggarnya. (dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih) yaitu orang-orang yang tidak beriman, tidak menetapi hukum-hukum syariat ini dan tidak meyakini bahwa mereka akan selamat dari musibah.

Sekali-kali tidak, keadaannya tidak seperti yang mereka duga, bahkan bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat

Sumber: https://tafsirweb.com/10756-surat-al-mujadalah-ayat-2.html

Informasi Tambahan

Juz

28

Halaman

542

Ruku

476

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved