Kembali ke Surat Al-Ma'idah

الماۤئدة (Al-Ma'idah)

Surat ke-5, Ayat ke-1

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ اُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ الْاَنْعَامِ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَاَنْتُمْ حُرُمٌۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ

Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.

📚 Tafsir Al-Muyassar

Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya serta menjalankan syariatNya, sempurnakanlah perjanjian-perjanjian Allah yang dipertegas, berupa keimanan terhadap ajaran-ajaran syariat agama dan ketundukan kepadanya. Dan penuhilah perjanjian sebagian kelian atas sebagian yang lain berupa amanat, jual-beli dan akad-akad lainnya yang tidak bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah rasulNya, Muhammad . Sungguh Allah telah mengahalalkan bagi kalian binatang-binatang ternak, seperti unta, sapi dan kambing, kecuali apa yang telah dijelaskan kepada kalian, yaitu diharamkannya bangkai, darah, dan lainnya, serta diharamkannya binatang buruan ketika kalian tengah dalam kondisi ihram.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum apa saja yang dikehendakiNya sesuai dengan hikmah dan keadilanNya.

Sumber: https://tafsirweb.com/1885-surat-al-maidah-ayat-1.html

📚 Tafsir as-Sa'di

1. Ini adalah perintah dari Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman, untuk memenuhi perjanjian yang merupakan konsekuensi dari keimanan. Memenuhi perjanjian , maksudnya menyempurnakan, melengkapi, tidak menguranginya dan tidak membatalkannya.

Ini meliputi perjanjian antara hamba dan Rabbnya dalam bentuk memengang taguh tugas ubudiyah, menunaikannya dengan sebaik-baiknya dan tidak mengurangi hak-haknya sedikitpun, juga perjanjian seorang hamba dengan Rasululah yaitu dengan mentaati dan mengikutinya, dan perjanjian seorang hamba dengan kedua orang tua dan kerabat, dengan berbuat baik kepada kedua orang tua dan silaturahim kepada kerabat dengan tidak memutuskannya, juga antara hamba dengan temannya dengan menunaikan hak pertemanan dalam keadaan kaya, miskin, mudah, dan sulit. Juga antara hamba dengan manusia dalam bentuk transaksi-transaksi muamalah seperti jual beli, sewa meyewa, dan lain-lain, akad sukarela seperti hibah dan lain-lain. Bahkan meliputi hak-hak kaumMuslimin sebagaimana Allah jelaskan pada FirmanNya, "sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara" (Al-Hujurat:10) Yaitu dengan saling bahu membahu dan tolong menolong di atas kebenaran, saling menyayangi dan tidak saling tidak memutuskan hubungan.

Ini mencakup seluruh pokok-pokok dan cabang-cabang Agama. Semuanya masuk kedalam akan yang di perintahkan oleh Allah untuk di tunaikan. Ayat ini di gunakan sebagai dalil bahwa pada dasarnya semua dasar dan syarat adalah di bolehkan dan bahwa ia terlaksana dengan ucapan dan perbuatan yang menunjukan kepadanya karena ia di sebutka secara mutlak.

Kemudian Allah menjelaskan nikmatNya kepada hamba-hambaNya, “dihalalkan untukmu.” Maksudnya, dihalalkan buatmu sebagai rahmat umtukmu. “Hewan ternak” yaitu: Unta, sapi dan domba, bahkan bisa jadi yang liar darinya termasuk kedalamnya, kijang, zebra, dan hewan-hewan buruan lainnya. Sebagian sahabat berdalil dengan ayat ini atas kehalaln janin yang mati di dalam perut induknya setelah induknya di sembelih. “ Kecuali atas apa yang di bacakan atas kalian,” maksudnya, yang di haramkan dari binatang ternak tersebut dalam Firman Allah, “Diharamkan atas kalian bangkai,darah dan daging babi,” sampai ahkir ayat. Semua yang di sebut dalam ayat ini walaupun ia termasuk hewan ternak adalah haram hukumnya.

Ketika pembolehan binatang ternak berlaku umum di seluruh kondisi dan waktu, maka dikecualikan darinya binatang buruan dalam keadaan ihram. FirmanNya, “dan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.” Artinya, di halalkan bagimu binatang ternak dalam kondisi apa pun, kecuali, dimana kalian di beri predikat sebagai orang yang tidak menghalalkan berburu, ketika kalian sedang mengerjakan haji. Maksudnya, kamu berani mebunuhnya dalam kedaan ihram.

Karena hal itu tidak halal bagimu jika binatang itu adalah binatang buruan seperti kijang dan sejenisnya. Binatang buruan itu adalah binatang yang halal dagingnya dan liar. “sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang di hendakiNya.” Maksudnya apa pun yang diinginkan oleh Allah, maka dia memutuskan hukumnya dengan hukuman yang sesuai dengan hikmahNya, sebagaimana halnya dia telah memerintahkan kamu agar menjauhi perjanjian demi menjaga kemaslahatanmu dan menolak mudharat bagimu, dan Allah menghalalkna bagimu binatang ternak sebagai rahmat bagimu dan mengharamkan apa yang di kecualikan darinya, berupa binatang-binatang yang memiliki krateria khusus seperti bangkai dan sejenisnya; untuk melindungi dan menjaga kalian dan juga binatang buruan dalam kondisi ihram untuk menghormati dan menghargai ihram itu sendiri.

Sumber: https://tafsirweb.com/1885-surat-al-maidah-ayat-1.html

📚 Tafsir Al-Wajiz

Keutamaan: Imam Ahmad dan yang lainnya meriwayatkan dari Aisyah tentang surat Al-maidah: “Ini adalah surat yang terakhir kali turun, engkau tidak akan mendapati makanan yang halal kecuali jadikan sebagai yang halal, dan juga tidak akan mendapati yang haram kecuali haramkanlah.” Di antara surat ini ada yang turun saat Haji Wada’ yaitu ayat Alyauma akmaltu.... (ayat 3). Juga ada yang turun ketika Fathu Makkah yaitu: Wa laa yajrimannakum syana’aanu ...(2). 1 Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji yang telah Allah persaksikan kepada para hamba-Nya. Atau janji yang telah diambil sebagian para hamba dari hamba yang lain dalam pergaulan yang diperbolehkan oleh syariat.

Dihalalkan bagi kalian binatang ternak, yaitu unta, sapi, dan kambing yang disembelih sesuai syariat, kecuali binatang-binatang yang telah disebutkan Allah dalam ayat berikut yang Allah mengharamkannya berupa bangkai dan lainnya. Dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji atau umrah. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

Sumber: https://tafsirweb.com/1885-surat-al-maidah-ayat-1.html

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)

Ayat 1-2 Hai orang-orang yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya (1) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.

Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (2) (Hai orang-orang yang beriman) Ibnu Mas’ud berkata,”Ketika aku mendengar (Hai orang-orang yang beriman) maka jagalah pendengaranmu, karena itu adalah kebaikan yang diperintahkan atau keburukan yang dilarang.

Firman Allah SWT: (penuhilah perjanjian-perjanjian itu) Ibnu Abbas, Mujahid, dan lainnya berkata,”yaitu perjanjian itu. Ibnu Jarir meriwayatkan kesepakatan tentang hal itu. Dia berkata,”Perjanjian yang mereka setujui, termasuk sumpah dan perjanjian lainnya.

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: (Hai orang-orang yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian itu) perjanjian, yaitu apa yang telah dihalalkan, diharamkan, diwajibkan, dan yang diatur oleh Allah, semuanya itu dalam Al-Quran.

Maka janganlah kalian berkhianat atau melanggar perjanjian, kemudian menegaskan hal itu, lalu Allah SWT berfirman: (Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi) sampai firmanNya (tempat kediaman yang buruk) [Surah Ar-Ra'd: 25].

Firman Allah (Dihalalkan bagimu binatang ternak) yaitu unta, sapi, dan kambing. Pendapat ini dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan lainnya. Ibnu Jarir berkata ,”Demikian juga menurut bangsa Arab.

Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan lainnya menggunakan ayat ini sebagai dalil diperbolehkannya janin yang ditemukan mati dalam rahim ibunya yang telah disembelih" Firman Allah: (kecuali yang akan dibacakan kepadamu) Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Ini mengacu pada bangkai, darah, dan daging babi. Qatadah berkata,”Ini mengacu pada bangkai dan apa yang tidak disebut nama Allah padanya” Yang jelas (hanya Allah yang lebih mengetahui) bahwa yang dimaksud dengan ini adalah firmanNya: (Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas) [Surah Al-Ma'idah: 3], hal ini termasuk dalam hewan ternak, kecuali hal itu diharamkan dengan yang disebutkan ini, oleh karena itu Allah berfirman: (kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala) [Surah Al-Ma'idah: 3], yang berarti dari jenis tersebut, maka itu haram dan tidak dapat ditawar lagi.

Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: (Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu) yaitu, kecuali apa yang dijelaskan kepada kalian tentang pengharaman sebagian dari hal itu dalam beberapa kondisi" Firman Allah SWT: (dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji) Beberapa ulama mengatakan: “Ini manshub sebagai haal dan yang dimaksud dengan hewan ternak adalah hewan ternak yang umum bagi manusia, yaitu unta, sapi, dan kambing. Dan hewan liar itu seperti rusa betina, sapi liar, dan keledai. Apa yang disebutkan sebelumnya dikecualikan dari manusia, dan juga hewan liar untuk diburu dalam keadaan ihram.

Dikatakan bahwa yang dimaksud adalah Kami menghalalkan hewan ternak untuk kalian, kecuali sesuatu yang telah dikecualikan bagi orang yang dalam keadaan diharamkan untuk berburu, maka hal itu haram bagi dia, sesuai dengan firman Allah: (tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) [Surah An-Nahl: 115] yaitu Kami memperbolehkan untuk memakan bangkai bagi orang yang terpaksa, dengan syarat tidak melampui batas, demikian juga di sini, yaitu sebagaimana Kami menghalalkan hewan ternak dalam segala kondisi, lalu mereka diharamkan untuk berburu dalam keadaan ihram.

Sesungguhnya Allah telah mengatur hal ini. Dia adalah Dzat yang Maha Bijaksana dalam semua yang Dia perintahkan dan Dia larang, Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: (Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya). Kemudian Allah SWT berfirman, (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah) Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud dengan itu adalah ibadah haji.

Mujahid berkata,” Shafa dan Marwah, Hadyu dan sapi yang dibawa untuk dikurbankan adalah syi'ar-syi'ar Allah. Dikatakan bahwa syi'ar-syi’ar Allah adalah bulan-bulan haramNya, yaitu janganlah kalian menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah dalam bulan-bulan haram oleh karena itu Allah SWT berfirman (dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram) yaitu dengan itu pengharamannya dan sesuatu yang diketahui karena pengagungannya, dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah berupa memulai peperangan dan dengan sungguh-sungguh menjauhi yang diharamkan itu, sebagaiumana Allah SWT berfirman (Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu) (Surah At-Taubah: 36).

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah SWT, (dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram) yaitu janganlah kalian menghalalkan peperangan di dalamnya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa hal itu telah dinasakh, dan diperbolehkan memulai peperangan pada bulan-bulan haram. Mereka berargumen dengan firman Allah SWT berfirman, (Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka) (Surah At-Taubah: 5) Maksudnya adalah bulan-bulan haram adalah jumlahnya empat bulan (Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan) (Surah At-Taubah: 2) Mereka berkata,”Tidak ada pengecualian untuk bulan haram di sini”.

Imam Abu Ja'far meriwayatkan kesepakatan bahwa Allah SWT telah mengizinkan untuk memerangi orang-orang musyrik dalam bulan-bulan haram dan bulan-bulan lainnya dalam setahun. Dia berkata,”Demikian juga mereka sepakat bahwa orang musyrik itu sekalipun leher dan lengannya dilindungi oleh seluruh pohon di tanah haram, maka hal itu tidak akan membuatnya aman dari pembunuhan kecuali jika dia memiliki perjanjian perlindungan atau perjanjian dami dari umat Islam. Firman Allah SWT, (binatang-binatang hadyu, dan binatang-binatang qalaid), yaitu janganlah meninggalkan hewan-hewan hadyu yang dibawa ke Baitullah, karena di dalamnya terdapat pengagungan terhadap syiar-syiar Allah, dan jangan pula meninggalkan hewan yang ada ikatan pada lehernya agar bisa dibedakan dari hewan ternak yang lain, dan agar diketahui bahwa hewan itu adalah hewan kurban menuju Ka’bah, Maka orang yang berniat melakukan hal buruk menjauhinya, dan orang yang melihatnya bisa membawa sesuatu yang serupa.

Maka orang yang mengajak orang untuk berkurban itu akan mendapatkan pahala sebesar pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang yang mengikutinya sedikitpun. Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW melakukan ibadah haji, beliau beristirahat di Dzul Hulaifah di lembah ‘Aqiq. Kemudian pada pagi hari, beliau mengelilingi istri beliau yang berjumlah sembilan kemudian beliau mandi, memakai wewangian, melakukan shalat dua rakaat, menandai hewan hadyu beliau dan hewan yang diberi kalung milik beliau, lalu berihram untuk haji dan umrah.

Hewan hadyu beliau sejumlah unta yang sangat banyak, mencapai enam puluh unta yang bentuk dan warnanya paling baik sebagaimana Allah SWT berfirman, (Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (32)) (Surah Al-Hajj).

Sebabian ulama’ salaf memuliakan, dan menghormati syi’ar-syi’ar itu. Ali bin Abi Thalib berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menjaga mata dan telinga. Diriwayatkan oleh ahli hadits.

Muqatil bin Hayyan berkata,"Firman Allah (dan binatang-binatang qalaid) berarti janganlah kalian menghalalkan syi'ar-syi'ar itu. Penduduk Jahiliyah, ketika mereka keluar dari daerah mereka di luar bulan-bulan haram, mereka akan mengenakan pada hiasan bulu hewan dan orang-orang musyrik mengenakan tanda dari bulu pohon-pohon dari Masjidil Haram sehingga mereka merasa aman dengan itu. Diriwayatkan dari Ibnu 'Auf, dia berkata,"Aku bertanya kepada Al-Hasan,“Apakah ada ayat dalam Al-Maidah yang dinasakh?” Dia menjawab, “Tidak” Sementara ‘Atha' berkata, “Mereka akan mengenakan bulu dari pohon-pohon di Masjidil Haram agar mereka merasa aman dengan itu, lalu Allah melarang memotong pohon-pohon tersebut.

Demikian juga yang dikatakan oleh Mutharrif bin Abdullah. Firman Allah, (dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya) yang janganlah kalian menghalalkan memerangi orang-orang bermaksud pergi ke Baitullah dimana orang yang memasukinya akan merasa aman. Demikian juga orang yang mencari karunia dan keridhaan Allah, Jadi, janganlah kalian menghalangi, mencegah, dan mengganggunya" Mujahid, 'Atha', Abu Al-'Aliyah, Mutharrif bin Abdullah, Abdullah bin Ubaid bin Umair, Ar-Rabi' bin Anas, Muqatil bin Hayyan, Qatadah, dan lainnya berkata tentang firmanNya (sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya) hal itu mengacu pada perdagangan, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firmanNya, (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu) (Surah Al-Baqarah: 198) dan firman Allah (dan keridhaan) Ibnu Abbas berkata bahwa mereka mencari keridhaan Allah dengan ibadah haji mereka" Ibnu Jarir meriwayatkan kesepakatan bahwa memerangi orang musyrik diperbolehkan jika mereka tidak memiliki perjanjian damai, terutama jika mereka datang ke Baitul Haram atau Baitul Maqdis.

Namun, hukum ini dinasakh bagi mereka (Hanya Allah yang lebih mengetahui) Adapun orang yang bermaksud melakukan kejahatan di dalamnya dan melakukan kemusyrikan di sana, serta melakukan kekufuran di sana, maka hal itu dilarang. Allah SWT berfirman (Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini) (Surah At-Taubah: 28).

Oleh karena itu, Rasulullah SAW pada tahun kesembilan mengutus Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk memerintahkan Ali kepada orang-orang yang melakukan haji, dia memerintahkannya untuk mengumumkan atas kenabian Rasulullah SAW untuk membebaskan diri dari dosa kekafiran, dan agar orang musyrik tidak melakukan haji setelah tahun itu dan tidak melakukan thawaf di Baitullah.. Ibnu Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata tentang firmanNya, (dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah) yaitu bahwa siapa saja yang menghadap ke arah Baitullah, baik orang-orang mukmin atau orang-orang musyrik itu berhaji. Lalu Allah melarang orang-orang mukmin untuk mencegah seseorang dari orang mukmin ataupun orang kafir.

Kemudian Allah menurunkan ayat setelahnya (Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini) (Surah At-Taubah: 28), (Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah) (Surah At-Taubah: 17) dan (Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir) (Surah At-Taubah: 18).

Lalu orang-orang musyrik dilarang masuk ke Masjidil Haram" Diriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah: (dan binatang-binatang qalaid, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah) dia berkata bahwa hal ini telah dinasakah. Pada zaman Jahiliyah, jika seseorang keluar dari rumahnya ingin melakukan haji, dia akan mengenakan bulu dari pohon, tidak ada yang mempermasalahkannya. Ketika dia kembali mengenakan bulu dari pohon dari bulu juga tidak ada yang mempermasalahkannya.

Pada saat itu, orang musyrik tidak dicegah untuk mendekati Baitullah, dan mereka diperintahkan untuk tidak berperang di bulan haram dan juga di sekitar Baitullah. Lalu ayat itu dinasakh oleh firman Allah: (Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka) (Surah At-Taubah: 5).

Ibnu Jarir memilih bahwa makna firman Allah: (dan binatang-binatang qalaid) yaitu jika kalian mengenakan qalaid dari tanag haram, maka amankanlah mereka.” Dia berkata bahwa bangsa Arab masih memelihara hal itu. Seorang penyair berkata: Bukankah kalian membunuh dua hewan qalaid ketika mereka lewat di hadapan kalian dengan bulu yang dilipat-lipat" Firman Allah SWT: (dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu) yaitu setelah kalian selesai dari ihram kalian dan kalian telah bertahalul, maka Kami telah memperbolehkan kalian atas apa yang diharamkan untuk kalian selama dalam keadaan ihram yaitu berburu. Ini adalah perintah setelah larangan.

Pendapat yang benar adalah pendapat yang dikuatkan, dan hukumnya kembali kepada ketentuan sebelum adanya larangan, bahkan sebelumnya wajib, maka hal itu mengembalikannya kepada sesuatu yang wajib; dan jika sebelumnya sunnah, maka dikembalikan kepada sesuatu yang sunnah; atau jika sebelumnya mubah, maka dikembalikan kepada sesuatu yang mubah. Orang yang berpendapat bahwa hal itu adalah wajib, maka hal itu bisa ditentang dengan banyak ayat, dan orang yang berpendapat bahwa itu mubah, maka hal itu bisa ditentang dengan ayat-ayat lain. Semua bukti-bukti ini sejalan dengan apa yang telah kami sebutkan sebelumnya, sebagaimana yang dipilih oleh sebagian ulama ushul fiqh, dan hanya Allah yang lebih mengetahui.

Firman Allah: (Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya) di antara ulama’ qiraah ada yang membaca “An Shaddukum” dengan difathah karena “an” dan maknanya tampak, yaitu bahwa janganlah perasaan murka terhadap suatu kaum membuat kalian menghalang-halangi kalian mencapai Masjidil Haram. Hal ini terjadi saat perang Hudaibiyah, agar kalian tidak melampaui batas terhadap hukum Allah terhadap mereka, dan kalian melakukan kezaliman dan permusuhan terhadap mereka, tapi buatlah ketentuan sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dengan adil atas hak setiap orang. Ayat ini sebagaimana yang akan dijelaskan pembahasannya tentang firmanNya (Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa) (Surah Al-Ma’idah:8), yaitu janganlah perasaan murka terhadap suatu kaum membuat kalian untuk berlaku tidak adil.

Sesungguhnya keadilan adalah suatu kewajiban yang harus diberikan kepada setiap orang di semua kondisi. Sebagian ulama’ salaf berkata,”Janganlah kamu samakan interaksimu bersama orang yang bermaksiat kepada Allah dengan ketaatanmu kepadaNya dalam berinteraksi bersamanya, dan dengan keadilan itu langit dan bumi berdiri tegak.” Ibnu Abu Hatim berkata,”Ayahku mengabarkan kepada kami, Sahl bin Affan mengabarkan kepada kami, dan Abdullah bin Ja'far mengabarkan kepada kami dari Zaid bin Aslam, dia berkata: “Rasulullah SAW berada di Hudaibiyah bersama para sahabatnya ketika orang-orang musyrik mencegah mereka untuk mencapai Baitullah, dan hal itu membuat mereka menderita, lalu orang-orang dari golongan orang musyrik melewati mereka dari penduduk Masyriq yang hendak melakukan umrah. Lalu para sahabat Nabi SAW berkata: “Mari kita menghalangi mereka sebagaimana mereka menghalangi kita” Lalu Allah menurunkan ayat ini. “Asy-Syanaan” adalah kemurkaan.

Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan lainnya. Itu adalah bentuk mashdar dari akar kata “Syana’tuhu”, “Asyna’uhu”, “Syana’an” dengan diberi tambahan, seperti kata “Jamazaan”, “Darajaan”, dan “Raqalaan”, dari “Jamaza”, “Daraja” , dan “Raqala”. Ibnu Jarir berkata,”Di antara orang Arab ada yang menghilangkan penambahan pada kata “syana’an” sehingga menjadi “Syanaan”, namun saya tidak tahu siapa yang membacanya dengan bentuk itu" Di antara yang mengatakan itu adalah perkataan seorang penyair: “Wa mal ‘iisyu illa maa tuhibbu wa tasytahii wa in laamun fiihi dzusy syanaan wa fannada” "Kehidupan ini hanyalah apa yang engkau cintai dan engkau inginkan, bahkan jika di dalamnya ada orang yang penuh kebencian dan penolakan" Firman Allah: (Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran) Allah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin untuk saling membantu dalam melakukan kebaikan dan kebajikan, dan meninggalkan perbuatan mungkar, itulah yang disebut dengan takwa.

Allah juga melarang mereka untuk saling menolonga dalam kebathilan dan saling membantu dalam melakukan perbuatan dosa dan hal-hal yang diharamkan. Ibnu Jarir berkata,"Dosa itu adalah ketika meninggalkan apa yang diperintahkan Allah untuk dilakukan, sedangkan permusuhan adalah melampaui batas dari apa yang telah ditetapkan Allah dalam agama kalian, dan melampaui batas dari apa yang diwajibkan oleh Allah atas kalian baik untuk diri kalian sendiri maupun untuk orang lain"

Sumber: https://tafsirweb.com/1885-surat-al-maidah-ayat-1.html

Informasi Tambahan

Juz

6

Halaman

106

Ruku

86

Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk

Surah An-Nahl: 98

Adab Membaca Al-Quran

1. Suci dari Hadats

Pastikan dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil sebelum memegang dan membaca Al-Quran. Berwudhu terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada kitab suci Al-Quran.

2. Niat yang Ikhlas

Membaca Al-Quran dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Niat yang ikhlas akan membawa keberkahan dalam membaca Al-Quran.

3. Menghadap Kiblat

Diutamakan menghadap kiblat saat membaca Al-Quran sebagai bentuk penghormatan dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Posisi duduk yang sopan dan tenang juga dianjurkan.

4. Membaca Ta'awudz

Memulai dengan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum membaca Al-Quran. Ta'awudz merupakan permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

5. Khusyuk dan Tenang

Membaca dengan tenang dan penuh penghayatan, memahami makna ayat yang dibaca. Tidak tergesa-gesa dan memperhatikan tajwid dengan baik.

6. Menjaga Kebersihan

Membaca Al-Quran di tempat yang bersih dan suci, serta menjaga kebersihan diri dan pakaian. Hindari membaca Al-Quran di tempat yang tidak pantas.

7. Memperindah Suara

Membaca Al-Quran dengan suara yang indah dan tartil, sesuai dengan kemampuan. Tidak perlu memaksakan diri, yang terpenting adalah membaca dengan benar sesuai tajwid.

Masukan & Feedback:info@finlup.id
© 2025 quran.finlup.id - All rights reserved