البقرة (Al-Baqarah)
Surat ke-2, Ayat ke-2
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
📚 Tafsir Al-Muyassar
Alquran itu adalah kitab yang agung yang tidak ada keraguan bahwasanya ia datang dari sisi Allah, maka tidak benar bila ada seseorang yang ragu-ragu terhadap nya karena begitu jelasnya alquran itu. Dimana orang-orang yang bertaqwa dapat mengambil manfaat dengannya berupa ilmu yang bermanfaat dan amal sholeh dan mereka itu adalah orang-orang yang takut kepada Allah dan mengikuti hukum-hukum-Nya.
Sumber: https://tafsirweb.com/177-surat-al-baqarah-ayat-2.html
📚 Tafsir as-Sa'di
2. FirmanNya , “kitab itu” , yakni kitab suci yang agung ini dalam arti hakiki, yang mengandung hal-hal yang tidak dikandung oleh kitab-kitab terdahulu maupun sekarang berupa ilmu yang agung dan kebenaran yang nyata, ”tidak ada keraguan padanya”, dan juga tidak ada kebimbangan padanya dalam bentuk apapun. Meniadakan keraguan dari kitab ini mengharuskan apa yang bertentangan dengannya, di mana hal yang bertentangan dengan hal itu adalah keyakinan, maka kitab ini mengandung ilmu keyakinan yang menghapus segala bentuk keraguan dan kebimbangan.
Ini merupakan suatu kaidah yang menunjukkan bahwa peniadaan disini maksudnya adalah pujian yang harus melingkupi hal yang bertentangan dengannya yaitu kesempurnaan, karena peniadaan adalah suatu yang tidak ada, sedangkan hal yang tiada secara murrni itu tidak ada pujian padanya. Dan karena kitab suci ini mengandung keyakinan sedangkan hidayah itu tidaklah akan dapat diperoleh kecuali dengan keyakinan, maka Allah berfirman, ”petunjuk (hidayah) bagi mereka yang bertakwa.” Hidayah itu adalah suatu yang memberikan hidayah dari kesesatan dan kesamaran, dan (sebaliknya) membimbing untuk menempuh jalan yang berguna.
Allah berfirman di sini, ”petunjuk’’ dan tidak merinci bentuk petunjuknya, Dia tidak berfirman “petunjuk untuk kemaslahatan ini atau untuk kepentingan begini, ” karena yang dimaksud adalahn keumuman (mencakup semua maslahat dan kebaikan), dan bahwasanya ia adalah petunjuk untuk seluruh kemaslahatan kedua negeri, ia adalah pembimbing bagi hamba dalam masalah-masalah ushul (pokok) dan masalah-masalah furu’ (cabang), pemberi penjelasan untuk kebenaran dari kebatilan, dan yang shahih dari yang lemah, dan pemberi penjelasan bagi mereka tata cara menempuh jalan yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat mereka.
Allah berfirman pada tempat yang lain, ”petunjuk bagi manusia.” (Al-Baqarah: 185).
Ini juga umum mencakup semua (untuk seluruh manusia), sedangkan pada pembahasan ini dan yang selainnya adalah ”petunjuk bagi mereka yang bertakwa, ” karena sesungguhnya dalam hal itu sendiri telah bermakna petunjuk bagi seluruh manusia, sedangkan orang-orang yang celaka tidak memperhatikan hal itu dan mereka tidak menerima petunjuk Allah, maka dengan petunjuk ini, hujjah telah ditegakkan atas mereka, dan nereka tidak mengambil manfaat dengannya, dikarenakan mereka adalah orang-orang celaka. Orang-orang yang bertakwa ialah orang-orang yang melakukan sebab yang terbesar demi memperoleh petunjuk yaitu ketakwaan, yang mana hakikatnya adalah menjalankan perkara yang dapat melindungi dari kemurkaan Allah dan azabNya dengan cara mengerjakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, lalu mereka mengambil petunjuk dengan itu dan mengambil manfaat darinya dengan sebenar-benarnya. Maka orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang mengambil manfaat dengan ayat-ayat al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah, juga karena hidayah itu ada dua macam;hidayah penjelasan dan hidayah taufik.
Maka orang-orang yang bertakwa mendapatkan kedua hidayah tersebut sedangkan selain dari mereka tidak mendapatkan hidayah taufik, karena hidayah penjelasan tanpa mendapat hidayah taufik untuk mengamalkannya bukan merupakan hidayah secara hakiki dan sempurna. Kemudian Allah menggambarkan ciri orang-orang yang bertakwa tersebut, yaitu memiliki keyakinan-keyakinan dan amalan-amalan batin serta amalan-amalan lahir, karena ketakwaan memang mencakup semua itu.
Sumber: https://tafsirweb.com/177-surat-al-baqarah-ayat-2.html
📚 Tafsir Al-Wajiz
Inilah Al-Qur’an yang agung, yang tidak diragukan lagi bahwa itu (diturunkan) dari sisi Allah SWT. Sesungguhnya Al-Qur’an adalah petunjuk dan pembimbing menuju kebaikan. Al-Qur’an membimbing orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka dengan menaati printah-perintahNya, menjauhi larangan-laranganNya dan meninggalkan kemaksiatan, kemudian mereka mengambil manfaat darinya.
Itu adalah tiga gambaran tentang Al-Qur’an
Sumber: https://tafsirweb.com/177-surat-al-baqarah-ayat-2.html
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)
Ibnu Abbas berkata, (Dzaalikal kitabu) berarti "kitab ini". Begitu juga yang dikatakan Mujahid, 'Ikrimah, Sa'id bin Jubair, As-Suddi, Muqatil bin Hayyan, Zaid bin Aslam, dan Ibnu Jarir, bahwa "Dzalika" mengandung makna "Hadza". Bangsa Arab mempergantikan dua kata petunjuk ini.
Sehingga mereka menggunakan salah satu dari keduanya di posisi yang lainnya. Hal ini sudah biasa dalam bahasa mereka. Imam Bukhari dari Ma'mar bin al-Mutsanna Abu 'Ubaidah telah meriwayatkannya.
Az-Zamakhsyari berkata bahwa "Dzalika" merujuk pada ayat (Alif, Lam, Mim) sebagaimana Allah SWT berfirman (Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kalian) (Surah Al-Mumtahanah: 10) dan (Yang demikian itu adalah Allah) (Surah Ghafir: 64), dan ayat-ayat sejenis yang menunjukkan pada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya.
Dan hanya Allah yang lebih Mengetahui. “Al-Kitab” maknanya adalah Al-Qur’an. Ada yang mengatakan bahwa (Dzalikal kitabu) merujuk kepada Taurat dan Injil, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Jarir dan yang lainnya bahwa sungguh hal itu jauh dari kemanfaatan, tenggelam dalam penyimpangan, dan terbebani oleh sesuatu yang tidak diketahuinya. “Ar-Raiba” maknanya adalah keraguan Makna kalimat ini yaitu bahwa kitab ini - Al-Quran - tidak diragukan lagi diturunkan dari Allah, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah As-Sajdah: '(Alif, Lam, Mim (1) Turunnya Al-Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam (2) Beberapa ulama' berpendapat bahwa ini adalah khabar dan maknanya adalah larangan; artinya, jangan ragu tentang ini.
Di antara ulama' Qiraah Sab'ah ada yang berhenti pada firmanNya: (laa raiba) lalu memulai lagi dengan firmanNya: (fiihi hudan lil muttaqiin), Dan yang berhenti pada firmanNya: (laa raiba fiihi) lebih utama untuk ayat yang telah kami sebutkan, karena itu, firmanNya: (hudan) menjadi sifat untuk Al-Quran, dan itu lebih jelas daripada susunan (fiihi hudan).
Kata "Hudan" dalam bahasa Arab bisa menjadi marfu' sebagai sifat, dan bisa menjadi mansub sebagai haal (keadaan). Petunjuk ini dikhususkan bagi orang-orang yang bertakwa, sebagaimana Allah SWT berfirman (Katakanlah, “Al-Qur'an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur'an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh) [Surah Fushshilat: 44]. (Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur'an itu) hanya akan menambah kerugian) (Surah Al-Isra': 82), dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan tentang keistimewaan orang-orang mukmin memiliki untuk mendapatkan manfaat dari Al-Qur'an karena di dalamnya terdapat petunjuk, namun hanya orang-orang yang berbuat kebajikan yang akan mendapatkannya. sebagaimana Allah SWT berfirman: (Wahai manusia!
Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman (57)) (Surah Yunus) As-Sha'biy berkata: Petunjuk dari kesesatan.
Said bin Jubair berkata: Penjelasan bagi orang-orang yang bertakwa, dan semua penjelasan itu benar. Dari Ibnu Abbas, berkata: (bagi orang-orang yang bertakwa) maksudnya adalah orang-orang yang takut akan siksaan Allah karena meninggalkan petunjuk yang telah mereka ketahui, dan mengharapkan rahmatNya dengan membenarkan apa yang telah datang (Al-Qur'an). Abu Bakr bin 'Ayyash berkata: Al-A'masy bertanya kepadaku tentang orang-orang yang bertakwa.
Aku menjawabnya, lalu dia berkata: "Tanyakanlah kepada Al-Kalbi tentang hal itu". Kemudian Aku bertanya kepadanya. Dia menjawab: "Yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar" Aku kembali kepada Al-A'masy, lalu dia berkata: "Kami berpendapat bahwa itu benar, dan dia tidak menolaknya." Qatadah berkata: (bagi orang-orang yang bertakwa) maknanya yaitu orang-orang yang disebutkan oleh Allah SWT dalam firmanNya: (Orang yang mempercayai hal ghaib, menegakkan shalat…) [Surah Al-Baqarah: 3] sampai ayat berikutnya.
Ibnu Jarir memilih pendapat bahwa ayat ini mencakup seluruh makna tersebut, dan itu sesuai dengan apa yang telah dia katakan Yang dimaksud dengan "Huda" dalam ayat ini adalah keyakinan yang ada dalam hati berupa iman, dan hal ini tidak bisa dibuat dalam hati para hamba kecuali hanya Allah. Allah SWT berfirman: (Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi) [Surah Al-Qasas: 56].
Allah SWT juga berfirman: (Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk) [Surah Al-Baqarah: 272] (Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada yang mampu memberi petunjuk) [Surah Al-A'raf: 186] Allah SWT juga berfirman: (Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya) [Surah Al-Kahfi: 17], serta ayat-ayat lainnya yang sejenis" "Huda" juga digunakan untuk menjelaskan kebenaran, menerangkan petunjuk menuju kebenaran, dan membimbing menuju kebenaran.
Allah SWT berfirman, (Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus) [Surah Asy-Syura: 52] dan firmanNya (Sesungguhnya engkau hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi setiap kaum ada orang yang memberi petunjuk) [Surah Ar-Ra'd: 7].
Allah SWT juga berfirman (Dan adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu.) [Surah Fushshilat: 17]. dan firmanNha (Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (10)) [Surah Al-Balad] Menurut penafsir, yang dimaksud adalah jalan kebaikan dan keburukan, dan ini merupakan pendapat yang lebih kuat.
Dan hanya Allah yanh lebih Mengetahui. Asal mula kata (taqwa) adalah menjauhi sesuatu yang tidak disukai, karena asal katanya adalah (waqaa) yang berasal dari akar kata (wiqaayah). Al-Nabighah berkata Sebagian sesuatu telah jatuh, dan tidak bisa dikembalikan, Aku mengambilnya namun enggan menggunakan tangan
Sumber: https://tafsirweb.com/177-surat-al-baqarah-ayat-2.html
Informasi Tambahan
Juz
1
Halaman
2
Ruku
2